Mohon tunggu...
Jemie Simatupang
Jemie Simatupang Mohon Tunggu... Administrasi - Tuhan Bersama Orang-orang Yang Membaca

Pedagang Buku Bekas dari Medan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Bawah Celana Dalam Saniah

3 Juli 2011   05:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58 2498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_117385" align="aligncenter" width="518" caption="Mana yang lebih penting; celana dalam atau dalam celana, hahaha... (sumber:politikana.com)"][/caption]

Benar, Bung. Tentu saja ini satire. Sindiran. Sindiran bagi penghuni istana negara. Juga kepada seluruh penguasa di negeri ini. Tentu bukan memperolok-olok Sang Saka Merah Putih, tapi menyindir rasa malu yang sudah tidak ada lagi di benak para penguasa

Bung,

INI CERITA SOAL CELANA DALAM. Celana dalam Saniah Sania. Ia Cuma seorang wanita biasa (sebagai pengakuannya), juga pernah kerja jadi karyawati warnet, yang juga seperti kita; aktif ngeblog di kompasiana ini.

Saniah ini awak rasa ada istimewanya. Cak lah tengok: baru hitungan hari saja bergabung di kompasiana sudah berhasil menorehkan tulisannya di halaman opini sebuah koran di Medan dengan predikat sebagai blogger kompasiana. Mantap tidak? Kalau saya Admin, sudah saya HL-kan tulisannya yang di Jurnal Medan soal TKW kita itu. Ke soal lain: menurut pengakuannya juga, ia sekarang berada di Medan. Perjuangannya untuk sampai ke Medan pun menarik, sebagai yang pernah dikabarkannya kepada kita di kompasiana. Bayangkan, dia numpang truk dari Bogor. Truk angkat sapi. Jadi ia tidur dengan seekor sapi di bak truk terbuka.

“Tiap kali aku terbangun di malam hari, kulihat mata sapi itu masih melotot memandangku. Sapi itu tak pernah tidur,” —begitu kira-kira—tulisnya.

“Lalu apa hubungannya dengan celana dalam?” tanya Anda tak sabar soal celana dalam wanita yang foto profilnya cantik kali kalau ditengok-tengok di kompasiana itu.

Bung,

Ya. Ya. Ya. Maaf aku lupa. Sesungguhnya sejak awal ini memang cerita soal celana dalam. Jadi semalam (Orang Medan bilang kemarin itu semalam) ia turunkan lagi tulisan di kompasiana. Judulnya Celana Dalam di Depan Istana Negara. Kontan judulnya bikin kita ingin segera mengkliknya. Menarik. Klik! Dan ternyata bukan judulnya saja yang menarik, isinya pun lebih-lebih lagi. Konon—menurut pengakuannya—ini cerita benaran. Non fiksi. Konon Saniah bilang, seorang demonstran (yang saya bayangkan adalah saniah sendiri) menggeret celana dalamnya di tiang bendera di depan istana negara. Warnanya: mawar merah putih. Setelah bergerak naik, ia lalu menghormati celana dalam yang biasanya dipakainya untuk menutupi kemaluannya itu.

Benar, Bung. Tentu saja ini satire. Sindiran. Sindiran bagi penghuni istana negara. Juga kepada seluruh penguasa di negeri ini. Tentu bukan memperolok-olok Sang Saka Merah Putih, tapi menyindir rasa malu yang sudah tidak ada lagi di benak para penguasa.

Celana dalam, sebagai kita tahu, dan sebagai juga dijabarkan sania pada postingannya itu, adalah penutup kemaluan (kecuali ada fakta lain celana dalam digunakan sebagai penutup kepala, hahaha...). Tapi konon sekarang penguasa wegah pakai celana dalam lagi. Tak suka lagi menutup kemaluannya. Mereka mengumbar segala macam syahwatnya: kuasa, harta, seks, dan apa lagi? Semua mereka pertontonkan terang-terangan seperti kita nonton video bertitel 21+ dari Jepang.

Tak ada lagi yang tabu di hadapan mereka, demi kuasa apa pun boleh dilakukan.

Bung,

Dengan Saniah menghormati celana dalam, artinya ia mengejek sekaligus juga mengajak para penguasa agar menghormati penutup kemaluannya. Harus punya malu lagi. Mbok yo ojo dumeh. Mentang-mentang. Mentang-mentang berkuasa bertindak sesukanya sehingga menabrak batas-batas baik-buruk, moral-amoral, baik-jahat dan lain sebagainya tanpa malu-malu.

Ya, tentu saja sindiran model ini bagi penguasa terlalu vulgar. Ora ilok. Mereka itu walaupun sudah ketahuan belangnya, kebobrokannya, kekorupannya, kepornoannya, kan tak mau juga disindir blak-blakan begitu. Apalagi pakai celana dalam Sania—yang konon ada tanda-tangan presidennya itu (kira-kira bagaimana ceritanya ya ada tanda-tangan presiden di celana dalam itu, hahaha...). Mochtar Lubis lagi-lagi benar, kita ini, manusia indonesia ini, terlebih yang jadi penguasa itu, adalah hipokrit. Munafik. Tak sinkron apa yang mereka katakan, apa yang mereka pakai, dengan apa yang mereka lakukan. Kata-katanya sih alim, tapi rupanya ahli neraka. Pakaiannya sih seperti ulama, rupanya ubaru—eh, pokoknya tak benar lah.

Untung saja Saniah tak dituduh subversif karena menghina Merah-Putih. Ya, untung lagi kita sekarang berada di alam demokrasi(?), coba Soeharto masih kuasa: jangan harap!

Bung,

Ngomong-ngomong Anda pakai celana dalam merek apa? Dari pabrikan mana? Anda bisa tidak loby perusahaannya biar pasang iklan di sini. Ya, saya berharap sehabis iklan anti-ketombe di kompasiana, berganti dengan iklan celana dalam, biar kita sama-sama bisa berpikir, ngunandika, sudahkah kita menutup kemaluan kita?

Medan, 3 Juli 2011

Tabek!

Jemie Simatupang

NB:

Dulu Cok Kompas suka dibuatkan omaknya celana dalam yang ada segitiga birunya—“Yang penting kemaluanmu tertutup,” kata Omak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun