Mohon tunggu...
Jemie Simatupang
Jemie Simatupang Mohon Tunggu... Administrasi - Tuhan Bersama Orang-orang Yang Membaca

Pedagang Buku Bekas dari Medan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sumbang Lagu Galang Rambu Anarki

28 Maret 2012   13:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:21 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13329421381680676648

[caption id="attachment_168881" align="aligncenter" width="640" caption="Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku (sumber:toyib.deviantart.com)"][/caption] BUNG, DALAM “OPINI” YANG DIRILIS 1982, Iwan Fals, yang waktu itu masih 21 tahun, lantang bernyayi menyambut kelahiran anaknya—Galang Rambu Anarki: Maafkan kedua orangtuamu, Kalau tak mampu beli susu, BBM naik tinggi, Susu tak terbeli Orang pintar tarik subsidi, Anak kami kurang gizi. Sekarang, setelah 30 tahun, apa yang diopinikan Iwan Fals masih ada benarnya. Relevan. Kita lihat saja, saat ini penguasa negeri ini, setelah konon mendengarkan pertimbangan orang-orang pintar, sedang menggodok kebijakan menaikkan harga BBM. Akibatnya bisa ditebak: orang miskinlah yang paling merasakan dampak dari pengurangan subsidi ini. Naiknya BBM, mau tak mau akan diikuti oleh naiknya bahan kebutuhan pokok lain. Harga beras meretas ke atas. Cabe, bawang, tomat de-el-el tak ketinggalan. Dan bisa jadi Iwan Fals benar lagi: susu pun tak terbeli—walaupun mungkin tak ikut naik, tapi uang sudah habis untuk kebutuhan lain—dan akhirnya anak-anak kurang gizi. Bung, Ironisnya lagi kenaikan BBM selalu menjadi pilihan penguasa untuk menutupi devisit APBN—yang entah bagaimana saya sendiri tak bisa menjelaskan. Padahal konon kalau saja pemerintah bisa mengumpulkan uang dari pengemplang pajak dan mengawasi kebocoran anggaran, boleh jadi BBM tak harus dinaikkan. Artinya: orang miskin tak harus dikorbankan. Atau kalau memang itu sulit sekali, bagaimana kalau negeri ini memang benar-benar harus ikat pinggang, hidup sederhana, bersahaja, sebagai sering diserukan oleh Sang Penguasa. Hidup benar-benar “prihatin”, jangan hanya “prihatin” kalau kewibawaan dan keamanan pribadinya—isunya—dirong-rong oleh rakyatnya. Mungkin bisa dimulai dengan tanpa kendaraan dinas, pakai angkutan umum, atau kalau itu terlalu “prihatin” pakai sepeda motor saja ketika bertugas kemana-mana. Saya bakal bangga punya presiden, menteri, gubernur, dst yang bersepeda motor kemana-mana: boleh jadi Che Guevara dengan BSA-nya mendapat saingan dalam memori saya. Ruangan kerja jangan memakai AC—dengan begitu mungkin bisa merasakan bagaimana keprihatinan kaum buruh, tani, dan nelayan yang selalu dibakar terik matahari. Lainnya tentu gaji mereka harus dipangkas, kalau bisa selama hidup prihatin, gaji mereka hanya beberapa digit saja di atas buruh pabrik (masih adakah yang mau jadi presiden, menteri, gubernur, dst-nya?) Dan segala macam penghematan lain yang nanti mungkin Anda bisa membantu saya menyusun daftarnya--sekaligus kita hitung berapa banyak uang yang bisa dihemat dengan program ini. Bung, Tapi saya tak yakin mereka mau. Jadi penguasa itu sudah terlanjur enak: enak makan, enak tidur, enak kerja,dan enak-enak yang lain. Mereka lebih senang mengatakan bahwa kita harus hidup bersahaja sambil menikmati dinginnya AC yang disetel pada 18 derejat celcius. Atau sekali-kali, “Yah, sudah saatnya kita ikat pinggang kencang-kencang,” sambil mengandeng tangan caddy di lapangan golf. Hm, kayaknya kita hanya bisa menyanyikan lagu Iwan Fals walaupun ditelinga penguasa terdengar benar-benar fals. Sumbang. Sehingga tak pernah didengarkan. Apalagi kita memang benar-benar tak bisa berharap banyak pada mereka—Ya, Tuhan semoga anak-anak kita tidak mengikuti jejak langkah mereka. Cepatlah besar matahariku Menangis yang keras, janganlah ragu Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku Doa kami di nadimu Medan, 28/03/2012 Salaman, JEMIE SIMATUPANG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun