Banyak narasi berkembang terkait masa depan Indonesia, terutama wacana tentang Indonesia Emas 2045. Tahun ini dianggap sebagai tonggak pencapaian Indonesia menuju kemajuan yang signifikan dalam berbagai sektor. Namun, dengan kondisi Indonesia saat ini, apakah visi tersebut realistis? Memang, masa depan adalah ranah ketetapan Tuhan, namun bukan berarti manusia tak dapat ikut berperan dalam menentukan takdir bangsanya. Visi Indonesia Emas 2045 tidak boleh hanya menjadi retorika para pemangku kebijakan atau elit politik. Sebaliknya, visi ini harus dihidupkan oleh seluruh rakyat Indonesia agar setiap elemen masyarakat memiliki tujuan yang selaras.
Kesalahan utama saat ini adalah ketidaksamaan visi di antara berbagai kalangan. Pemerintah menggaungkan Indonesia Emas 2045 tanpa strategi yang merangkul seluruh lapisan masyarakat. Para akademisi dan aktivis skeptis, menganggap tujuan tersebut tidak mungkin tercapai mengingat tantangan yang dihadapi saat ini. Sementara itu, rakyat tampak terbagi menjadi dua; ada yang mendukung tanpa pemahaman mendalam, hanya mengikuti tren, dan ada pula yang mengikuti pesimisme akademisi. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan tentang siapa sebenarnya pemegang kedaulatan sejati.
Seperti kapal yang membutuhkan keharmonisan antara nahkoda dan penumpangnya, begitu pula perjalanan menuju masa depan Indonesia. Para pemimpin tidak boleh bergerak tanpa memahami aspirasi rakyat, dan rakyat harus menyadari bahwa mereka adalah penentu arah bangsa ini. Oleh karena itu, semua pihak, baik pemerintah, akademisi, maupun masyarakat umum, harus bersatu untuk membaca dan mewujudkan takdir Indonesia.
Memahami Masa Lalu untuk Menciptakan Masa Depan
Masa lalu Indonesia menyimpan pelajaran penting. Kita pernah mengalami penjajahan selama ratusan tahun, sebuah periode kelam yang memperlihatkan kelemahan kita sebagai bangsa yang mudah dipengaruhi. Karakter rakyat yang "tidak enakan" membuat penjajah dengan mudah menguasai sumber daya manusia dan alam Indonesia. Kini, setelah 79 tahun merdeka, penjajahan baru muncul dalam bentuk yang lebih halus melalui post-kolonialisme. Kita mungkin tidak lagi dijajah secara fisik, namun secara budaya dan ekonomi, ketergantungan Indonesia terhadap kekuatan global masih terasa.
Konsep mimikri yang dikemukakan oleh Homi K. Bhabha dalam teori post-kolonialisme menggambarkan bahwa bangsa-bangsa pascakolonial sering kali meniru budaya penjajah dalam menghadapi arus globalisasi. Namun, peniruan ini tidak boleh pasif. Kita harus meniru secara aktif, yaitu dengan tetap memegang teguh identitas nasional kita sebagai bangsa Indonesia. Di sinilah pentingnya memahami masa lalu, bukan untuk terjebak di dalamnya, tetapi untuk mengambil pelajaran agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Di sisi lain, masa lalu Indonesia juga menyimpan kisah-kisah inspiratif. Nenek moyang kita, dari Ratu Shima hingga Raden Wijaya, adalah tokoh-tokoh yang ahli dalam bernegara dan berhasil menjadikan kerajaan-kerajaan nusantara disegani di seluruh dunia. Majapahit, misalnya, terkenal dengan armada laut yang kuat dan teknologinya yang canggih. Pelajaran dari masa lalu ini harus kita ambil sebagai sumber motivasi bahwa Indonesia lahir dari leluhur yang tangguh dan memiliki potensi luar biasa.
Respon Masa Kini dengan Bijak untuk Masa Depan yang Gemilang
Masa kini memang penuh tantangan yang berbeda dengan masa lalu. Kita tidak bisa mengandalkan pengalaman masa lalu untuk sepenuhnya menyelesaikan masalah hari ini. Namun, masa lalu tetap berperan penting sebagai bahan evaluasi. Tantangan masa kini memerlukan respons yang seimbang, tidak terjebak nostalgia, tetapi juga tidak melupakan hikmah yang dapat dipetik.
Dialog antara masa lalu dan masa kini inilah yang akan membentuk masa depan Indonesia. Ibarat busur panah, semakin jauh kita menarik ke belakang, semakin kuat panah melesat. Demikian juga dengan visi kita tentang masa depan: memahami masa lalu dengan tepat dan merespon tantangan masa kini secara bijak akan menghasilkan masa depan yang lebih baik.
Oleh karena itu, membaca takdir Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kesadaran sejarah dan ketepatan dalam menangani masalah hari ini. Seluruh elemen bangsa, terutama rakyat sebagai pemegang kedaulatan, harus bersatu untuk memastikan bahwa visi Indonesia Emas 2045 tidak hanya menjadi mimpi, tetapi menjadi kenyataan yang tercapai melalui usaha bersama.