Banyaknya Pertambangan yang terjadi di Kalimantan bukan lagi menjadi hal yang baru di tengah masyarakat, para pemilik modal dengan mudah menggali dan menikmati hasil sumber daya alam dengan modal yang mereka miliki dan perizinan yang mudah mereka dapatkan dari pejabat setempat.
Namun di tengah kemudahan tersebut faktanya masih banyak aktivitas tambang ilegal yang terjadi di Kalimantan, khususnya kabar terbaru dari Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur, yang kemarin ditemukan aktivitas tambang ilegal. Polres Kukar melakukan penggerebekan aktivitas tambang ilegal di lahan pertanian Jonggon, Kecamatan Loa Kulu. Bukan hanya ilegal ternyata aktivitas tambang yang dilakukan mengganggu lahan pertanian dan peternakan milik Perusahaan yang resmi beroperasi di daerah tersebut.
Dampak dari pertambangan ilegal ini tentu bukan hal yang mudah di tangani, saat lahan itu sudah di gunakan untuk pertambangan maka tanah tersebut tidak akan berfungsi seperti semula, maka tidak heran jika pertanian dan peternakan milik Perusahaan resmi di sekitar pertambangan tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
Bukan satu dua kali kasus tambang ilegal di laporkan, sudah sering terdapat kasus tambang ilegal yang terjadi dan hanya menjadi laporan saja. Tindakan dari kepolisian bahkan penjabat ataupun negara hanya membiarkan dan susah bagi aparat untuk langsung menindak. Hal ini terlihat jelas jika sebuah perusahaan menghasilkan untuk orang-orang mereka sendiri, maka kemaslahatan umat sendiri di nomor dua kan. Inilah buah dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler seperti hari ini yang berakibat penanganan kepada pemilik modal besar akan lebih lamban dan cenderung yang di ungkapkan hanya sebagian kecilnya saja.
Bahkan bukan rahasia umum lagi saat warga yang melapor hanya mendapat pengiyaan saja tanpa proses penyelidikan, sedangkan saat sebuah perusahaan yang merasa terganggu dengan adanya tambang ilegal, polisi akan bergerak cepat namun tetap tanpa penyelesaian yang benar-benar menyelesaikan masalah. Padahal sudah jelas pertambangan ilegal adalah salah, apalagi SDA yang di gunakan adalah milik semua umat yang berada di negeri itu dan bukan hanya kepemilikan satu orang.
Seharusnya dari laporan-laporan tambang ilegal yang masuk para aparat harus bergerak lebih cepat karena hasil dari tambang ilegal bukannya membawa manfaat pada warga tapi malah musibah. Seperti daerah bekas tambang akan menjadi daerah rawan banjir karena penyerapan tanah yang sudah tidak optimal, pertanian dan perternakan di daerah yang menjadi daerah tambang akan terhambat, bahkan tambang ilegal pun bisa memakan korban jiwa, begitu banyaknya kerusakan yang terjadi jika pertambangan ini terus di lakukan dengan kepemilikan perorang tanpa dikelola negara sepenuhnya.
Islam Menyejahterakan Rakyat
Pertambangan bukan hal yang di larang, hanya saja jika kepemilikan pertambangan dikuasai oleh asing atau swasta maka hal itu jelas salah besar. Dalam Islam Sumber Daya Alam tentu saja milik umat dan semua harus di kelola oleh Negara. Pemerintah sebagai pemegang tertinggi dalam sebuah negara harus mengelola semua Sumber Daya Alam tanpa pilah-pilih, dan seharusnya tidak membiarkan perorangan untuk menikmati SDA yang ada di dalam sebuah negeri itu karena SDA di kelola untuk kesejahteraan rakyat bukan malah menyusahkan rakyat dengan dampak yang di hasilkan dari bekas pertambangan.
Pelaksanaan pertambangan yang dilakukan negara wajib menghindari kerusakan (daf’u al-mafsadah), antara lain: menimbulkan kerusakan ekosistem darat dan laut, menimbulkan pencemaran air serta rusaknya daur hidrologi (siklus air), menyebabkan kepunahan atau terganggunya keanekaragaman hayati yang berada di sekitarnya, menyebabkan polusi udara dan ikut serta mempercepat pemanasan global, mendorong proses pemiskinan masyarakat sekitar, dan mengancam kesehatan masyarakat.
Sedangkan jika pengelolaan pertambangan diberikan kepada perorangan, mereka tidak akan memikirkan kerusakan yang akan di timbulkan. Padahal pengelolaan sumber daya alam tambang harus tetap menjaga keseimbangan dan kelestariannya karena kerusakan sumber daya alam tambang oleh manusia harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Prinsip ini didasarkan pada Q.S. al-Rum, (30):41 Allah Taala berfirman: