Namun Islam lebih mengutamakan mampu menahan marah, artinya, marah bukan sekadar marah, namun dengan pemahaman untuk lebih dulu tahu apa duduk perkara, dengan Tabayyun. Kemudian, fikirkan apakah marah ini akan menyelesaikan masalah atau justru membuat runyam, apakah marahnya sudah terhadap sesuatu yang dibenarkan Allah. Dan satu lagi, marah bukan ajang untuk mencari pembenaran diri.
Maka, menahan amarah, bukan berarti tidak boleh marah, namun lebih kepada mengatur marah, agar tidak saling menzalimi. Bisakah hal itu terjadi? Tentu bisa, jika masing-masing individu mau belajar agama Islam lebih mendalam, tidak hanya terbawa perasaan belajar yang mudah namun melalaikan yang sulit.Â
Kedua, menahan marah sekaligus juga menanam iklas. Sebuah kata yang mudah diucapkan namun sulit dipraktikkan. " Aku itu iklas, tapi...bla..bla..blas", " Bukannya aku gak iklas, tapi..bla, bla, bla.." atau, " Enak aja iklas, emang hati dibuta dari comro?" Dan lain sebagainya. Yang sebenarnya menunjukkan bahwa iklas itu belum ada.Â
Ketika ego kita tersentuh dan kita menanggapinya dengan marah, seketika iklas pergi tanpa pamit. Ini yang benar-benar ujian terberat, sebab iklas adalah lawan dari marah. Ini tak ada hubungan dengan neton ( hari lahir seseorang dalam adat Jawa) yang jika tanggalnya tinggi, maka ia akan sok kuasa, tidak juga berhubungan dengan bintang ala horoskop yang melabeli bintang Leo lebih pemarah daripada bintang Aries. Sungguh tak ada hubungannya dengan hoax, khuraffat, klenik dan lain sebagainya.Â
Iklas bila diibaratkan seperti QS Al Iklas yang di dalamnya tidak ada penyebutan iklas. Melainkan dari makna yang terkandung di dalamnya. Ada yang juga mengatakan ," iklas itu di hati tak perlu diucapkan" apakah mereka lupa bahwa lisan katakan iklas tapi kata-kata malah menunjukkan sebaliknya itu artinya belum iklas.Â
Ketiga, turut menciptakan suasana keimanan dengan beramal makruf nahi mungkar, bukan egois, bukan asal menasehati juga, namun dengan penuh kasih sayang memberikan gambaran betapa indahnya Islam menyelesaikan persoalan umat. Ketiga dengan menerapkan syariat dalam segala aspek, terutama dalam hal sanksi, hukum, hidup dan jinayad. Jika keadilan mampu meredam kemarahan, maka keadilan itu hanya ada dalam Islam. Wallahu a' lam bish showab.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H