"Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti?" ( QS Al-Qasas 28:60).
Ayat ini berkenaan dengan kelakuan kaum musyrik yang enggan beriman karena khawatir diculik, ditawan dan dirampas hartanya. Sebenarnya, bahaya yang harus ditakuti itu adalah yang bersumber dari Allah akibat kedurhakaan. Kerugian jiwa dan harta di dunia tidak seberapa kerugian di akhirat akibat durhaka kepada Allah.Â
Kini, takut kehilangan kesenangan duniawi bukan lagi menerpa kaum musyrik, namun kaum Muslim juga. Begitu takutnya kehilangan, hingga tak lagi ada hati ketika menyakiti bahkan menzalimi sesama Muslim, terlebih ketika mereka memiliki kekuasaan.Â
Pun ketika Islam menjadi bulan-bulanan kafir dan orang-orang munafik mereka turut ueforia. Tak lagi peduli bahwa itu artinya bak meludahi matahari, jatuhnya ke muka sendiri. Mengaku Muslim namun tak merasa perlu membela apa yang menjadi keyakinannya, bahkan menjadi ritual ibadah yang dia jalani setiap harinya.Â
Bahkan muncul kalimat, "Tuhanmu lemah Tuhan kami kuat", atau kalimat Tuhan tak perlu dibela dan lain sebagainya. Kalimat-kalimat yang menunjukkan melencengnya pemahaman mereka kepada agamanya sendiri.Â
Sejatinya, kekayaan dan semua kenikmatan dunia yang diberikan Allah SWT, halal dimanfaatkan oleh manusia. Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang menunjukkan Allah senang jika rahmatNya berupa rizki itu digunakan oleh manusia. Namun dengan catatan, cara memperolehnya berikut cara memanfaatkannya harus disandarkan kepada syari'at Allah.Â
Hal itu bukan untuk menzalimi atau membebani, justru untuk semakin menambahkan keberkahan. Agar manusia bisa merasakan nikmatnya apa yang dirizkikan Allah SWT, dunia akhirat. Maka ada larangan mendapatkan rizki melalui praktik riba, bergabung syirkah kapitalis, menimbun barang, mematok harga, curang dalam hal timbangan, tadlis atau penipuan dan judi.Â
Kemudian saat sudah mendapatkan harta, syariat juga membatasi untuk tidak israf atau berlebihan dan lebih kepada anjuran untuk membelanjakan di jalan Allah atau yang tidak bertentangan. Sedang hari ini, justru orang lebih suka harta riswah, korupsi dan lainnya. Semua dalam rangka mencapai sebuah tujuan. Entah itu jabatan, proyek maupun kekuasaan.Â
Yang sering dilupa adalah, akhirat adalah tempat kembali yang abadi. Sedang dunia sementara, hari ini justru dibalik. Jungkir balik mendapatkan harta dan kekuasaan, bahkan bangga dengan keturunan yang " mulia" seolah dunia tak akan berakhir, sedang akhirat fana.Â
Bagaimana kelak saat setiap jiwa harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di hadapan Allah SWT? Sedangkan jika ada penyesalan tak bisa diperbaiki, sebab dunia di belakang mereka telah hancur. Menyesal tak guna, terlebih jika amalan sebagai penduduk surga terhitung minim. Memiliki keimanan namun tak pernah bertubuh menjadi militan. Ironinya cukup dicantumkan dalam data pengenal diri.Â