Tak lagi butuh diskusi dan akal sehat, bahkan tak terpikir konsekwensi dari sebuah perbuatan, begitu mendapati masalah, solusinya hanya habisi nyawa. Habis persoalan. Dan cinta, terutama di kalangan pelajar seringkali memicu pertengkaran hingga menjadi motif pembunuhan. Cinta ditolak, cemburu, kecewa dan lainnya  menjadi sesuatu yang lazim.
Â
Kasusnya tak lagi satu atau dua, tapi setiap wilayah di negeri ini ada, entah di desa maupun di kota. Nyawa begitu murah, padahal kita hidup di antara manusia yang bahkan diciptakan Allah paling mulia di antara semua makhluk ciptaanNya. Sehingga ini bisa kita simpulkan sebagai dampak dari sistem aturan yang melingkupi kehidupan masyarakat hari ini.
Â
Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, mulai dari lemahnya kontrol emosi, minimnya pendidikan moral, dan pengabaian terhadap kesehatan mental di kalangan remaja. Lingkungan sosial yang kurang mendukung juga berkontribusi memperburuk kondisi ini. Â Demikian juga media yang hari ini menjadi 'guru' generasi yang rendah literasi. Â Media seolah buta mata dan hati, telinga pun tersumpal batu tak lagi mengindahkan pentingnya edukasi. Berita yang mereka tayangkan hanya sekadar berita tanpa ada edukasi yang memadai mengapa satu kasus itu terjadi.
Â
Wajar, sebab media pun sudah terkapitalisasi. Sehingga ketika seseorang mendapati persoalan, bukannya bisa mendapat hikmah dari tayangan media malah sebaliknya semakin tertekan dan tanpa disadari media memfasilitasi itu.
Â
Berbagai kondisi yang melingkupi ini adalah buah dari kehidupan yang diatur dengan sistem sekuler kapitalisme. Dimana asas keduanya adalah menjauhkan sejauh mungkin agama dari kehidupan berkeluarga ,bermasyarakat hingga bernegara.
Â