Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Cinta Berujung Petaka

2 November 2023   21:05 Diperbarui: 2 November 2023   21:09 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: ilustrasi desain pribadi

Pria bernama Nando (25) membunuh istrinya, Mega Suryani Dewi (24), di rumah kontrakan mereka di Kampung Cikedokan, Desa Sukada, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekas. Kapolsek Cikarang Barat AKP Rusnawati mengatakan pembunuhan itu terjadi pada 7 September 2023, pukul 22.00 WIB. Namun, jenazah korban ditemukan pada Minggu (10/9) setelah ibunda Mega mencarinya di kontrakannya.

Kanit Reskrim Polsek Cikarang Barat Iptu Said Hasan mengungkapkan alasan Nando tega membunuh Mega karena sakit hati dengan perkataan Mega. Juga oleh faktor ekonomi. Kapolres Metro Bekasi Kombespol Twedi Aditya Bennyahdi mengatakan terlihat pelaku merasa menyesal, Nando masih memandikan istrinya setelah kejadian pembunuhan itu (detikNews.com, 18/9/2023). Nasi sudah menjadi bubur dan penyesalan datangnya selalu terlambat. Sang istri tak bisa lagi menjadi pendamping hidupnya, cinta berujung petaka, hilangnya nyawa seolah biasa, astaghfirullah.

Keluarga Terkurung Prahara, Sebab Penerapan Kapitalisme 

Membina biduk rumah tangga memang tak mudah, ada saja persoalannya. Jika bukan perceraian, perselingkuhan, KDRT, perdagangan orang, pencurian hingga pembunuhan. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof Dr Kamaruddin Amin mengatakan, jumlah perceraian di Indonesia ini terbilang fantastis. "Ada kenaikan angka perceraian di Indonesia, menjadi 516 ribu setiap tahun. Sementara, angka pernikahan semakin menurun, dari 2 juta menjadi 1,8 juta peristiwa nikah setiap tahun," kata dia dalam agenda Rakornas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) 2023, di Jakarta, Kamis (21/9/2023). (Republika.id, 22/9/2023). 

Padahal, keluarga adalah institusi terkecil dalam lingkup masyarakat yang didalamnya ada berbagai proses pembentukan pribadi-pribadi unggul. Jika keluarga rentan menghadapi berbagai hambatan, tentulah yang dihasilkan adalah generasi yang tidak berkualitas, dampak selanjutnya adalah kelemahan negara sebab disokong oleh SDM yang buruk. 

Pemicu perceraian, selain kemiskinan ekstrem, pergaulan bebas, angka putus sekolah yang tinggi sehingga pasangan kurang ilmu, terlibat judi online atau pinjaman online, dan yang lebih memrihatinkan, yaitu penyebab tingginya angka perceraian di Aceh, menurut Kepala Kanwil Kementerian Agama atau Kakanwil Kemenag Aceh, Drs Azhari bukan karena persoalan ekonomi atau KDRT, melainkan karena si suami seorang penyuka sesama jenis atau homoseksual (tribunnews.com, 25/8/2023). 

Jelas ini tak bisa lagi dikatakan sebagai persoalan, tapi prahara bahkan bencana. Kasusnya ada dimana-mana dan tentu melibatkan banyak pasangan dan keluarga. Artinya, ini sudah masuk dalam ranah penerapan sistem aturan yang salah, sehingga imbasnya semakin memburuknya kualitas keluarga. Negeri ini, faktanya menerapkan sistem kapitalisme, dengan asas sekuler. Yaitu meniadakan aturan agama dalam kehidupan sosial. Islam, sebagai agama mayoritas di negeri ini pun hanya sebagai simbol keyakinan, bukan way of life, atau pandangan hidup seseorang dalam berkeluarga, bermasyarakat hingga bernegara. 

Jelas dampaknya sangatlah buruk, ibarat karena nila setitik rusak susu Sebelanga. Keluarga yang tak mendapatkan sistem support terbaik akan kalah dan hancur, sebab, kapitalisme tak pandang bulu, ia hanya konsentrasi pada siapa yang bermodal besar, dalam aspek ekonominya malah hanya mementingkan produksi, soal apakah produk tersebut bisa diakses masyarakat dengan mudah atau sulit tidak jadi soal. 

Kapitalisme juga tak mengenal batas-batas kepemilikan, kepemilikan umum yang menjadi hak rakyat, bisa saja dimiliki oleh satu orang saja. Dengan payung kebijakan negara, maka hal itu menjadi sebuah keniscayaan. Berapa ratus keluarga di Pulau Rempang yang kehilangan hak kepemilikan pribadinya karena diklaim oleh satu perusahaan. Hanya karena memiliki modal besar. Pada akhirnya tidak tercipta pemerataan kesejahteraan, rakyat kian susah. Lebih khusus lagi, para ayah atau suami semakin kesulitan mendapatkan nafkah untuk keluarga. 

Islam: Negara Support Sistem Terbaik 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun