Wahai penguasa, cobalah bijak, menunduk barang sekejap, lihat rakyat yang berdarah-darah, bukan rakyat di rumahmu, atau dilingkungan partai dan komunitasmu, bukan pula kafir-kafir yang terus menyanjungmu agar pelan tapi lambat fokusmu pada dunia mereka bukan sebagai tameng atau wali atau perintah bagi rakyatmu.Â
Rasulullah pernah berdoa demikian, "Ya Allah, siapa saja yang memimpin (mengurus) urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia". (HR. Muslim No 1828). Bagaimana jika ini menimpamu? Manusia mulia suri teladan seluruh umat manusia, adalah sebaik-baiknya pemimpin, lembut kepada rakyatnya dan tegas kepada kaum kafir.Â
Apapun dilakukan untuk kemaslahatan rakyat, saat beliau tergesa-gesa masuk kamar salah satu istrinya karena teringat dengan emas lantakan yang belum dibagikan, ketika beliau keliling pasar dan mengecam pedagang yang mencampur kurma basah dan kering, yang menawarkan kepada siapa saja yang berutang untuk datang kepada beliau, yang menjadikan dokter hadiah raja Persia sebagai dokternya rakyat. Mengganti tebusan bagi tawanan perang Badar dengan mengajari anak-anak di Madinah belajar menulis dan membaca.Â
Semua fokus pada kebutuhan rakyat, hingga Khulafaur Rasyidin dan khalifah-khalifah selanjutnya tetap fokus pada urusan rakyat, sebab mereka sadar konsekwensi keimanan yang harus mereka pertanggungjawaban di akhirat kelak.Â
Bandingkan dengan hari ini, kebijakan yang tumpang tindih, jiwa melayaninya tergantikan oleh jiwa pebisnis, tak mau rugi, untuk urusan rakyat tetap saja dikenai tarif, akankah kita tak ada perubahan? Perubahan bisa dimulai dari kesadaran bahwa aturan hari inilah yang membuat penguasa tidak manusiawi, berkali-kali rakyat hanya menjadi tumbal.Â
Dan menggantinya dengan pemikiran Islam shahih, terlebih negara ini mayoritas penduduknya beragama Islam. Bukankah hal yang aneh jika ternyata faktanya banyak pula Muslim yang tidak punya gambaran mulianya hidup dalam naungan Syariah Islam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H