Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu Tua dan Al Quran-nya

2 Januari 2022   19:45 Diperbarui: 2 Januari 2022   20:13 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: desain pribadi

Ibu tua itu mengatakan bahwa usianya tahun ini genap 73 tahun, sudah tua tapi bekal belum banyak. Sejak bercerai dengan suami pertama dan suami kedua meninggal dunia, ia memilih hidup sendiri. Benar-benar sendiri, kontrak rumah sendiri meskipun anak perempuan tertuanya tinggal dalam satu kota. 

Dari keempat anaknya, tidak ada satupun yang berhasil mengajaknya untuk tinggal bersama, alasan penolakannya karena tak ingin hati dan telinga tuanya mendengar kata-kata tak enak, seperti saat melihat cucunya dijewer, anak dan menantunya berbeda pendapat dan lainnya. Jantungnya jadi berdebar, kepala pusing berlanjut tensi darah naik. 

Sehari-hari kegiatan utamanya berjualan bermacam-macam kue, meskipun hasilnya tak seberapa tapi hatinya senang. Karena masih punya kegiatan sehingga tak cepat pusing, begitu katanya. Namun tak urung, sesekali nampak wajah sedihnya. 

Anak-anak yang tak rukun, sering mencela masa lalu yang tak bahagia karena ia dan suaminya bercerai dan lainnya. Jika umumnya harta warisan yang jadi pemicu perpecahan, ini bukan, hanya masa lalu. Yang jika diulas kembali, bagi hati yang bijak seharusnya menjadi sebuah pelajaran. 

Namun, yang terjadi justru menggugat masa lalu hingga merasa Allah salah pilih nasib mereka. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, itu kiranya ungkapan yang pantas disematkan pada ibu tua yang "merasa tak pernah salah". Adu otot dan saling menyalahkan menjadi warna hariannya, sungguh masa tua yang berat. Inilah bukti anak menjadi fitnah atau ujian. Terlebih ketika kita sebagai orangtua tak pernah memberikan teladan sebagai seorang Muslim yang benar. 

Bisa jadi dendamnya kepada mantan suami pertama telah menjadi teladan bagi anak-anaknya tentang bagaimana berdamai dengan masa lalu. Apa gunanya masa lalu jika tidak menjadi pelajaran, mungkin iya dulu ia memiliki pasangan yang tak ideal, bahkan mendorongnya pada kesengsaraan hingga terpaksa menitipkan anak-anaknya kepada orang lain sementara ia pergi ke luar negeri untuk mencari nafkah. Tapi bukankah Allah tak tidur dan tak lengah sedikitpun terhadap amal seseorang?

Allah SWT berfirman, yang artinya,"Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan". QS Al Baqarah:74.

Ayat di atas sebetulnya memberikan jaminan kepada kita, bahwa Allah Maha Teliti terhadap apapun yang dikerjakan manusia, dari sejak awal diciptakan hingga kiamat kelak. Lantas tak ada guna bukan menyimpan dendam? Justru dendam itu akan menggerogoti hati dan badan sendiri. Giliran anak-anaknya memperlihatkan sikap yang sama, yaitu menyimpan dendam, ibu ini tak juga bermuhasabah. 

Tetap merasa anaknya yang salah, dan maafpun tak terucap. Memang ia adalah rahim bagi anak-anak yang ia lahirkan, namun tak hina bukan meminta maaf terlebih dahulu. Pun ketika merasa bekal untuk menghadapi kematian masih kurang, bukankah tak berlebihan jika berharap keiklasannya meminta maaf kepada anak-anak menjadi jalan ridhaiNya Allah SWT?

Sembari mendengarkan ceritanya, terlihat Alquran di kamarnya yang kusam dan berdebu, pertanda sudah cukup lama ia mendiamkan dan tak membacanya. Alasannya karena bacanya tak lancar. Ah, seandainya ia tahu bagaimana bacaan Alquran itu bisa memberikan kita syafaat, tentulah akan ia upayakan sekuat tenaga untuk berlama-lama mempelajarinya. Menghempaskan malu, dan beratnya kantuk demi sebuah bacaan yang bisa dilantunkan setiap hari, sepanjang usianya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun