Hari pertama pelaksanaan Vaksinasi Terima Kasih yang bertempat di Stadion GOR Delta Sidoarjo disambut antusias warga Sidoarjo. Rabu(suarasurabaya.net,1/9/2021). Kami sekeluarga salah satu bagian dari warga yang antusias, pasalnya sejak pertama vaksin bisa diakses masyarakat kami tidak pernah kebagian, kalau bukan karena vaksin habis, quota telah terpenuhi ataupun akun pendaftaran tutup karena sudah penuh.Â
Menjadi salah satu dari warga yang antusias memberikan pengalaman yang luar biasa, terutama bagi saya pribadi. Kami upayakan berangkat awal dari jadwal, sekitar pukul 06.30 wib sudah di lokasi namun ternyata deretan kursi tunggu sudah full. Ketika kami tanya mereka ternyata sudah ada di tempat pukul 05.00 wib. Sungguh effort yang luar biasa.Â
Dan ternyata gerbang stadion dibuka 15 menit lebih lambat dari jadwal, udara sudah memanas, keringat sudah berbulir di setiap wajah yang hadir itu, suara pedagang asongan seketika lenyap karena semua ingin segera mendapatkan layanan.Â
Sempat terjadi sedikit ketegangan di awal pembukaan gerbang, sebab ada seorang bapak yang meminta petugas untuk mempersilahkan peserta dari deretan kursi tunggu dan bukan dari sebelah kiri tenda, mereka datang lebih akhir tapi langsung menyusun barisan di samping yang hadir awal. Tapi apa lacur, negeri dengan kode +62 ini memang agak sulit kalau diminta untuk teratur mengantre, belum menjadi budaya. Siapa cepat dia dapat, salah sendiri gak usaha ( baca: ngeyel).Â
Bisa terbayang, prokes ambyar dan terjadi aksi dorong mendorong, korbannya pastilah para perempuan, saya dan anak perempuan saya terpaksa berpisah dari suami dan anak laki-laki. Pegangan tangan kami terlepas saking kuatnya dorongan dari berbagai arah.Â
Jika diteliti, memang sejak awal penjagaan dan penataan sangat minim, baliho boleh segede gaban, namun tak ada satupun penjaga yang mengatur peserta sejak awal. Paling tidak buatlah alur antrian sebagaimana di bandara atau tempat wisata jika hendak beli tiket, dengan dibatasi tali ataupun pagar plastik. Semua berjalan tanpa petunjuk dan arahan.Â
Beda ketika di dalam stadion, pembagiannya lumayan teratur, ada petugas yang selalu membantu menunjukkan ruang mana yang harus kami masuki. Mengapa demikian? Apakah penataan di luar tak kalah penting dengan di dalam? Jika prokes memang harus dipatuhi, mestinya sudah diatur sejak awal, saat warga menunggu gerbang dibuka.Â
Saya jadi teringat bagaimana teraturnya suasana TPS ( Tempat Pemungutan Suara) dengan penerima tamunya, petugas legislasi formulir, kotak suara, bilik suara, petugas perivikasi surat suara dan sebagainya, hingga tingkat terkecil begitu sistematis, bahkan satu perumahan bisa dua tiga TPS.Â
Wargapun bisa memilih jam berapa mau datang ke TPS memberikan suaranya. Tidak harus mengganggu jam kerja, sekolah dan lainnya. Rata-rata situasi yang terjadi ketika vaksin bak antre sembako atau BBM. Berjubelnya warga memang tak bisa dihindarkan, bagaimanapun yang dikampanyekan pemerintah cukup menekan warga, yaitu dibatasi akses sosial ekonominya termasuk misalnya ke luar kota atau ke mall yang membutuhkan bukti kartu telah divaksin. Sehingga mau tak mau warga harus vaksin begitu diumumkan pemerintah dimana lokasinya. Logikanya, jika demikian, bukankah memudahkan urusan rakyat adalah bagian dari mewujudkan keinginan pemerintah agar herd immunity tercapai?
Tapi inilah bukti, penguasa kita tak menganggap kita kewajiban mereka. Tak ada kasih sayang bahkan penjagaan. Ada sebagian yang mengatakan diadakan secara massal itu karena produknya langka dan butuh waktu untuk pendistribusiannya. Ternyata pula, tak satupun vaksin yang beredar di masyarakat ini adalah produk dalam negeri. Bayangkan, jika semua vaksin untuk rakyat adalah buatan ahli negeri sendiri tentu tinggal memikirkan biaya distribusi saja, bisa jadi pula lebih murah, sebab bahan dan proses pembuatan difokuskan dari bahan dan ahli dalam negeri.Â