Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Urus Aibmu Saja, Jangan Urus yang Lain!

26 Agustus 2021   21:55 Diperbarui: 26 Agustus 2021   22:01 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: desain pribadi/Pixellab

Dalam sebuah komentar di laman media sosial saya menemukan pendapat seperti ini," ... Lebih baik kita memikirkan kondisi kita dihari akhir nanti, menyibukkan dengan aib sendiri, menyibukkan mengumpulkan amal, wallahu A'lam". 

Dilanjut dengan pendapat," Apakah dengan memosting seperti ini membuat yang lainnya jadi berprasangka yang tidak-tidak? Padahal yang disangkapun belum tentu benar adanya.. padahal Allah sendiri yang melarang kita berprasangka buruk kepada sesama muslim.."

Mau menanggapi lebih lanjut rasanya kog buang energi, sebab pemikirannya masih belum jernih. Takutnya malah berubah menjadi debat kusir, sebab tak sampai pada pemahaman yang sama terkait satu hal. Meskipun diskusi dan Tabayyun sangat dianjurkan, namun saya memilih untuk diam. Mereka hanya saudara sesama Muslim yang pemahamannya belum benar terkait bagaimana cara berpikir benar, apa itu dakwah dan apa itu amar makruf nahi mungkar. 

Tak sedikit yang mengambil dakwah hanya berhenti kepada kepentingan diri sendiri. Takut menyinggung, takut dikira ikut campur urusan orang , lupa dengan aib sendiri, pikirkan akhiratmu sendiri, sebab belum pasti masuk neraka atau surga dan lain sebagainya. 

Sikap ini sebenarnya adalah cara dakwah yang kurang tepat. Secara makna bahasa dakwah adalah mengajak. Tentu mengajak kepada kebaikan, sebab Allah melarang umatnya mengajak kepada keburukan bahkan saling tolong menolong di dalamnya. Dengan adanya kemajuan teknologi, memudahkan manusia memenuhi kebutuhannya, termasuk dakwah. Hal yang dulu memakan waktu lama atau tak mungkin terjadi, kini bebas dan makin mendapat peluang, apapun bisa dipelajari dan kemudian disampaikan ke seluruh penjuru dunia, apapun itu, baik kontennya baik atau buruk.

Berkat kemajuan teknologi pula tak sulit menemukan situs-situs kajian, luar negeri maupun dalam, tinggal memilih siapa ustaz favoritnya. Dan hal itu dilindungi UU, meskipun pada praktiknya, situs yang berbau Islam seringnya dieksekusi dan dicabut ijin pendiriannya. Masalahkah? Tentu tidak, sebab dakwah tak perlu izin manusia. 

Rasulullah pun telah memberitahu kita bahwa dakwah adalah memperbaiki yang salah atau tak sesuai standar syariat. "Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran maka hendaklah dia merubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, apabila tidak sanggup, (rubahlah) dengan lisannya, apabila tidak sanggup, (rubahlah) dengan hatinya, yang demikian adalah selemah-lemah keimanan "(H.R. Muslim dan lainnya dari Abi Said Al Khudri.).

Jika kita merujuk pada teknologi hari ini, lisan bisa disamakan dengan share status, komentar atau membagikan sebuah postingan, semua dalam rangka menyebarkan kebaikan itu sendiri. Semisal kita mengkritik penguasa, bukankah itu hal yang wajar? Dimana aibnya? Dan mengapa justru kita diminta hanya mengurusi aib kita sendiri, sementara terkadang keburukan yang kita terima hari ini akibat kebijakan penguasa yang keliru. 

Kita keliru mungkin hanya satu dua orang yang terdampak, namun jika penguasa, bisa jadi satu masyarakat, bangsa dan negara yang terkena imbasnya. Bukankah lebih mengerikan kalau kita hanya berkutat pada diri sendiri? Pemikiran seperti inilah yang menghinggapi kaum Muslim, dakwah disamakan dengan mengorek kesalahan orang lain ataupun ikut campur urusan internal. Akhirnya sebuah kesalahan tak segera dibenahi malah menjadi "fosil", dibolehkan bahkan dianggap benar. 

Terlebih lagi jika kita menyampaikan pendapat, atau mengkritik sesuatu bukan karena kita sudah suci dari dosa. Justru dengan kita mengingatkan kesalahan penguasa kita berharap dialah yang menjaga kita , dengan kekuasaan yang dimilikinya, maka akan dengan mudah mengupayakan keadilan, kebaikan berikut kesejahteraan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun