Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy meresmikan keputusan larangan mudik Lebaran 2021. Keputusan itu  dihasilkan dari rapat tiga menteri. "Ditetapkan tahun 2021 mudik ditiadakan, berlaku untuk seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, swasta maupun pekerja mandiri juga seluruh masyarakat," kata Muhadjir.
Pelarangan ini, menurut Pengamat Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata (UNIKA) Semarang, Djoko Setijowarno agar berjalan efektif, pemerintah diminta terbitkan Peraturan Presiden.Â
"Supaya berjalan efektif kebijakan pelarangan mudik Lebaran 2021, sebaiknya Pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Presiden. Harapannya semua instansi Kementerian dan Lembaga yang terkait dapat bekerja maksimal," kata Djoko (Liputan6.com,28/3/2021).
Menurut Djoko lagi keputusan pelarangan mudik sebenarnya empirik based on data. Dimana setiap kali selesai liburan panjang, angka penularan Covid-19 pasti meningkat secara signifikan, maka penerbitan Perpres ini bertujuan agar keberlangsungan usaha transportasi umum darat mendapatkan subsidi sebagaimana moda udara, laut dan kereta api. Hal tersebut sangat strategis karena jika tidak ada pepres, dampaknya terkait kepercayaan dan keberhasilan program penanganan covid dari masyarakat semakin menurun.
Larangan mudik Lebaran 2021 berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021. Selain untuk mencegah penularan Covid-19 kian meluas juga untuk mendukung program vaksinasi yang masih berlangsung. Muhadjir menjelaskan bahwa cuti Lebaran tetap berlaku satu hari namun tanpa aktifitas mudik. Sedang Bansos akan disesuaikan pembagiannya.
Pengusaha pariwisata dan kuliner yang paling merasakan dampak pelarangan ini, berharap dari janji pencairan Bansos ini mampu mendongkrak konsumsi dan permintaan pasar sehingga bisa tetap mendorong pemulihan ekonomi meskipun ada pelarangan mudik. Sebab mau tidak mau, ritual tahunan masyarakat Indonesia untuk silahturahmi ke kampung halaman adalah panen besar bagi pendapatan mereka.Â
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani yang merasakan manfaat Pencairan Bansos pada kuartal III tahun 2020 lalu dimana efek positifnya juga tercermin pada perbaikan tingkat pertumbuhan penjualan ritel (deskjabar.com, 27/3/2021).Â
Sebenarnya yang paling diharapkan masyarakat adalah kepastian kebijakan penurunan pandemi Covid-19. Sehingga tak perlu muncul pelarangan mudik, sebab dampaknya memang besar pada ekonomi dan sosial masyarakat. Terlebih ini adalah agenda rutin tahunan yang tak mungkin terelakkan. Kelak, pasti tetap ada pelanggaran meskipun aturan sudah ditetapkan. Jika bukan rakyat ya pasti dari kalangan pejabat sendiri.Â
Pemerintah sebagai pemiliki kekuasaan hendaknya tidak basa-basi, sebab angka kematian akibat pandemi tidak main-main, ribuan nyawa tak terselamatkan karena seringnya berganti kebijakan bahkan fokusnya sejatinya bukan pada penanganan namun justru pada ekonominya.Â
Mana mungkin akan terselesaikan, ibarat orang sakit, masih dalam keadaan sakit namun sudah dipaksakan untuk bekerja, akibatnya tidak akan maksimal malah menimbulkan persoalan baru, diantaranya imunitas makin memburuk. Demikian pula dengan pemulihan pandemi ini, jika fokusnya salah maka hingga kapanpun tak akan mencapai solusi yang diinginkan.Â
Kapitalisme yang berkuasa hari ini memunculkan celah kemanfaatan dalam pengurusan negara, sehingga yang seharusnya fokus malah berbelok memenuhi keinginan para pemilik modal, agar pundi-pundi uang mereka utuh. Maka kita butuh kebijakan solid yang tak tegak diatas berbagai kepentingan manusia kecuali maslahat. Dan itu ada pada sekumpulan aturan hidup yang berasal dari Allah SWT, Wallahu a'lam bish showab.