Istilah kepemimpinan berasal dari kata dasar"pimpin" yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata "pimpin" lahirlah kata kerja "memimpin" yang artinya membimbing atau menuntun. Istilah "pemimpin" berasal dari kata asing "leader" dan" kepemimpinan dari istilah "leadership". Menurut Inu Kencana (2003 :1), "kepemimpinan" dalam bahasa Inggeris "leadership" berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok, Dimanapun Kepemimpinan seseorang dapat saja muncul, baik di dalam pergaulan hidup manusia, maupun pada kehidupan organisasional.
Rasulullah SAW dalam kepemimpinannya memiliki empat sifat yang harus dicontoh bagi pemimpin-pemimpin lainnya, yaitu Amanah, Fatanah, Shiddiq, dan Tabligh. Diluar dari 4 sifat tersebut, Rasulullah juga diutus ke dunia untuk menjadi rahmat bagi alam semesta, harapannya adalah karakter kepemimpinan Nabi Muhammad dapat di teladani dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi sosok pemimpin yang baik harus mampu menguasai seluruh aspek pada setiap anggotanya, memahami bawahannya walaupun terdapat perbedaan suku, ras, bahkan berbeda dalam segi kepercayaan yang dianutnya. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah pada saat melakukan hijrah ke Madinah, Rasul menghadapi masyarakat heterogen yang mana menjadi tantangan tersendiri untuk menyebarkan ajaran Islam ketika itu Rasulullah SAW sudah sangat pantas disebut sebagai pemimpin yang baik bagi manusia di seluruh dunia karena Rasulullah memiliki karakteristik sesuai dengan komponen kepemimpinan transformasional. Selain itu, Rasulullah juga memiliki sifat personal yang dapat dikategorikan dalam sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin berdasarkan komponen kepemimpinan transformasional.
seorang pemimpin harus memiliki karakter sebagai berikut:
1. Lemah-lembut.
2. Tidak kasar (tidak bengis), baik dalam ucapan atau perbuatan.
3. Siap memaafkan kesalahan orang lain.
4. Selalu memohonkan ampunan untuk rakyatnya yang berbuat dosa.
5. Siap mendengarkan aspirasi rakyat (demokratis).
6. Memiliki komitmen yang kuat untuk melakasanakan tugas yang diembankan.
7. Selalu tawakal kepada Allah.
Umair bin Saad adalah sahabat Rasulullah yang diangkat menjadi gubernur kota Homs Syiria pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab. Pada waktu khalifah Umar bin Khattab berhasil menaklukkan kota Homs dan bermaksud mengangkat gubernur di kota itu, beliau berkata:
“Aku ingin di kota ini ada seseorang yang tidak memperlihatkan diri sebagai pemimpin sekalipun dialah pemimpin. Jika pemimpin itu berada di tengah-tengah rakyatnya maka tak ada yang membedakan antara dirinya dengan rakyat yang dipimpinnya. Aku bermaksud mengangkat seorang pemimpin yang pakaiannya, makanannya, dan tempat tinggalnya tidak berbeda dengan kebanyakan orang.”
Rupanya calon gubernur yang dimaksud Umar bin Khattab ialah seorang sahabat bernama Umair bin Saad. Pertamakali ditunjuk, Umair menolak dengan halus agar khalifah tidak tersinggung, tetapi tak berhasil. Umar bin Khattab telah mantap menjatuhkan pilihannya; dan Umair bi Saad pun tak bisa menolaknya.
Beberapa tahun menjabat gubernur Homs, Umair bin Saad tidak pernah mengirim kabar kepada khalifah. Begitu pula setoran pajak yang seharusnya dilaporkan kepada khalifah tidak pernah beliau lakukan. Hal itu menimbulkan rasa penasaran khalifah. Lalu Umar bin Khattab memerintahkan sekretaris pribadinya agar berkirim surat kepada Umair bin Saad supaya gubernur Homs ini segera menghadap khalifah.
"Apa yang engkau kerjakan setelah aku angkat menjadi gubernur Homs?"
"Aku kumpulkan pemuka-pemuka kota Homs, aku perintahkan mereka mengeluarkan zakat dan pajak anggota keluarga mereka yang mampu. Lalu aku pergunakan keseluruhannya untuk membangun dan memenuhi kebutuhan warga yang memerlukan. Tentunya kalau ada sisa aku setorkan kepadamu, wahai Khalifah!"
Model kepemimpinan Umair bin Sa'ad inilah yang mengilhami lahirnya kata mutiara Umar bin Khattab:
"Islam tak akan ditolak selagi pemimpinnya tegas. Pemimpin tegas bukan dengan cara kekerasan, melainkan dengan cara menegakkan kebenaran dan keadilan."