Kata-kata penyair yang luput dari penyuka. Delay dari bandara asal suara hujan turun menyambut magrib.
Daram menghuni tingkat kosintensi menyambut pagi setengah hari baru terisi perut mendapati pesawat tumpangan baru hingga lepas landas.
Juru rawat mesin mendengarkan kerusakan itu tidak seperti kemarin dan kini sampai Kalimantan mereka juga sudah tertib.
Ayah dan Ibu sampai di rumah bersama kedua beradik Dapu dan Daput, dedek menangis hujan turun hingga gelap dan nyaris banjir menggenangi rumah kembali.
Astaga Ibu sakit perut. Ayah tidak tahu perut sayang dan cintanya sakit. Lalu Kakak batuk kering berdahak.
Ibu merasa cabay menendang ternyata hanya rindu Ayah setelah diusap-usap, cabaynya diam saja.
Hmmm... cabay suka sekali sama Ayahnya. Alhamdulillah. 🙂
Hari terang dan hujan reda, Kakak pingsan dan Ayah tak tahan rada tegang pelukannya hingga kepada keyakinan buat Ibu cabay terindukan setiap saat hati yang meneranginya menguat sampai pelukan menghangat cabay senang pertanda tendangannya yang sangat lembut menyertai ciuman Ayah buatnya.
Ibu belum tahu kalau Ayah menyimpan rasa dan perasaannya hingga batuk kering Kakak Ayah yang merawatnya. Ayah yang membersihkan semua dengan usapan kain dengan air hangat-hangat kuku. Ibu cabay menangis menerangi hatinya menambah kuat terasa kuasa Illah buat Ayah merawat anggota keluarga tercinta dan tersayang yang terasa haru bahwa hidupnya lengkap bersama Ayah anak-anaknya.
Ketika ingat semuanya suatu waktu Ibu menuliskannya dengan sebuah pena penerang jiwa dan Ayah belum tahu pujaan hati yang menemaninya berterima kasih walau hanya menyatakannya dalam hati (berasal dari dalam sana) yang terserang cintanya begitu dalam terasa hingga kapanpun Ayah tetap dapat di sayangi dan dirinya sangat menyayangi terlebih menyayangi diri sendiri dahulu hanya lewat Illah Tuhan yang Maha Satu, ialah Tuhan yang Maha Esa. (Allah Subhanahuwwata'ala).