Baru-baru ini mengemuka banyak rakyat Indonesia yang menyatakan diri secara terbuka akan golput, alias golongan putih. Istilah ini muncul sebenarnya sejak order baru, plesetan dari golongan karya. Saat pamor Golkar mulai turun, dua partai lain berusaha membangun reputasinya. Namun, ternyata banyak yang tidak puas dengan ketiganya sehingga memilih untuk tidak memilih siapa-siapa.
Kini golput muncul akibat ketidakpuasan pula akan kedua kandidat. Jokowi sebagai petahana dianggap mengingkari janji. Misalnya mengenai penuntasan kasus pelanggaran HAM berat, konflik agraria tidak berkesudahan, dan berbagai hal lainnya. Sedangkan Prabowo juga tidak menawarkan program-program yang visioner. Pernyataannya sering kontroversial. Misalnya, Indonesia punah, lalu baru-baru ini ketidakpahamannya akan istilah unicorn dalam start-up.
Prabowo tidak mampu menarik suara petahana yang kecewa ke dirinya. Sebab, ia juga berada di posisi yang tidak bisa menjual janji-janji yang diingkari Jokowi. Mengenai pelanggaran HAM berat, misalnya, ia tidak bisa begitu saja cuci tangan atas kerusuhan 1998, karena ia menempati jabatan penting waktu itu. Apalagi mengenai penyelesaian konflik agraria. Ia termasuk pemilik lahan cukup besar. Pernyataannya mengenai pengembalian kepada negara pun sepertinya hanya isapan jempol belaka. Apalagi ada rumor ia yang sedang bangkrut.
Jokowi memang bukan aktor pelanggar HAM. Namun ia seakan melindungi pelanggar HAM. Wiranto, misalnya yang telah mendapat pencekalan. Setidaknya itu membuktikan Wiranto yang memiliki rekam jejak kotor. Begitu juga dengan berbagai pemilik tambang di belakang Jokowi yang mau tidak mau akan melakukan transaksi politik, apa pun bentuknya.
Dari berbagai realita ini, yang kini justru diributkan cebong-kampret adalah gimik-gimik yang sama sekali nirfaedah. Yang cebong saja bisa tobat dan menyesal. Apalagi para swing-voters di luar sana yang cukup melek wacana. Jelas ada peningkatan cukup signifikan kalangan terdidik dan terpelajar yang tidak bisa begitu saja dibuai dengan janji-janji kosong politisi. Jadi, untuk menekan jumlah golput, seharusnya baik petahana maupun kandidat baru berbenah dengan mulai membuat kampanye yang sportif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H