korupsi, kolusi dan nepotisme atau di singkat dengan KKN di Indonesia masih banyak dilakukan pada sistem hukum di Indonesia, terutama di era kepresidenan Joko Widodo. Secara tidak langsung negara kita masih saja menerapkan KKN pada pihak-pihak yang menguntungkan penguasa pemerintah itu sendiri.
Di masa kepemimpinan Joko Widodo suburnya perkembangan atau suburnya KKN semakin meningkat. Semua pemerintah memfokuskan untuk memberantas korupsi di Indonesia, tetapi kolusi dan nepotisme butuh perhatian yang lebih jika dibiarkan maka ketidakadilan semakin meningkat berdampak ke masyarakat kecil.
Pada berita yang marak terjadi keluarga Joko Widodo ini lebih parah karena berkuasa justru membiarkan bahkan mendukung anak dan menantunya menjadi wali kota, menjadi ketua umum partai dan kini mencalonkan wakil presiden. Disaat ini kekuasaan berlangsung di lingkaran sama atau dilingkungan yang sama secara turun-temurun. Kekuasaan yang berlangsung lama itu cenderung berpotensi kuat melakukan cara-cara otoriter yang tidak sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan.
Kalian tahu tidak? Kolusi adalah bentuk kerja sama antara pihak tertentu untuk memperoleh tujuan yang melanggar hukum. Contohnya, dapat terlihat secara jelas korupsi di Indonesia saat ini, dimana pejabat pemerintah bekerja sama dengan pembisinis  untuk memenangkan suatu kekuasaan dengan cara korupsi, yang menyebabkan adanya ketidakadilan dalam bersaing dan transparansi di negara ini perlu diragukan. Contohnya saja, banyak sekali saat ini bisnis para pengusaha bekerja sama  di bidang politik. Dimana para pemerintah menaikkan namanya dengan menggandeng artis-artis ternama untuk mencapai kursi di pemerintahan.
Disamping itu, Ada nepotisme adalah suatu bentuk memberikan posisi atau jabatan kepada anggota keluarga atau, teman dekat ataupun kerabat kita sendiri, tanpa adanya seleksi uji kemampuan yang melihat  prestasinya. Dengan demikian, mengakibatkan kurangnya kepercayaan kepada organisasi atau pemerintah tertentu. Hal ini banyak sekali merugikan masyarakat kecil yang tidak memilki kekuasaan atau kedudukan sosial maupun secara ekonomi.
Contohnya saja, terlihat sekali pada saat pemilihan calon presiden masa jabatan tahun 2024-2029 yang pada saat itu dalam undang-undang umur Gibran Rakabuming Raka belum waktunya atau belum sesuai dalam syarat mencalonkan wakil presiden, akan tetapi karena adanya kekuatan kekuasaan dari bapaknya yang menjadi presiden, yang dimana akan purna tugas semua undang-undang diubah dengan mudahnya.
Mengapa korupsi di Indonesia sulit diberantas? Pertanyaan itu banyak sekali di pertanyakan oleh sebagian orang. Menurut beberapa penelitian, korupsi tidak terjadi begitu saja. Korupsi terjadi karena beberapa faktor. Terdapat dua faktor, yaitu:
1. Faktor Internal: Dimana faktor yang berasal dari dalam diri sendiri. Ketika seseorang memilki nilai integritas yang rendah, maka faktor ini akan mendorongnya untuk melakukan korupsi.
2. Faktor Eksternal: terjadi dilingkungan sekitar. Ada kutipan jika lingkungan  dapat mempengaruhi seseorang. Contohnya, jika seseorang berada di lingkungan yang orang-orangnya rentan bahkan melakukan korupsi, ini dapat mendorong meniru perilaku orang tersebut untuk melakukan korupsi.
Tidak hanya faktor itu saja, tetapi faktor ekonomi juga dapat mempengaruhinya, dimana gaji yang belum cukup memenuhi kebutuhan
Dari faktor tersebut menjadikan ini sebagai tantangan bagi pihak yang terlibat, dimana dalam sisi tata kelola pemerintah harus ditegakkan antikorupsi. Faktor lemahnya penegakan hukum juga menjadi masalah besar.