Mohon tunggu...
Heri Agung Fitrianto
Heri Agung Fitrianto Mohon Tunggu... lainnya -

Penikmat wisata dan perjalanan yang tinggal di Kota Tuban - Jawa Timur.\r\n\r\nArtikel2 perjalanan saya yang menarik lainnya bisa Anda baca di blog saya : http://jelajah-nesia2.blogspot.com dan http://jelajah-nesia.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Suasana di Makam Sunan Bonang Menjelang Lebaran

5 Juli 2013   21:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:57 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tuban adalah nama sebuah kota kecil di daerah Jawa Timur. Tetapi walau begitu, nama kota ini sangat dikenal oleh wisatawan. Utamanya bagi mereka yang menggemari wisata yang berkaitan dengan sejarah, religi dan purbakala. Hal ini karena di Bumi Ronggolawe ini terdapat makam Sunan Bonang, seorang tokoh  diantara Wali Songo yang menyebarkan ajaran agama Islam di Pulau Jawa . Cukup mudah untuk menuju ke Makam Sunan Bonang karena  berada di Pusat Kota, tepatnya di belakang Masjid Agung Tuban.

Setiap harinya, kawasan Makam Sunan Bonang senantiasa ramai didatangi oleh wisatawan. Apalagi pada saat seperti ini ketika menjelang datangnya bulan Ramadhan.
Padatnya arus wisatawan tampak mengular di depan Gapura luar kawasan ini, parkir wisata Makam Sunan Bonang hingga parkir wisata Pantai Boom Tuban.
Para abang becak yang biasa mangkal di sana pun ikut mendapatkan berkahnya dengan mendapat upah Rp 5000 untuk mengantar dua orang wisatawan yang naik becaknya menuju ke lokasi makam atau sebaliknya.
Seperti halnya tempat Wisata religi Walisongo lainnya, memasuki kawasan wisata Religi makam Sunan Bonang ini juga  terdapat Deretan Toko dan kios dengan beraneka barang dagangannya.
Pada bagian awal memasuki kawasan ini akan tampak tiruan Gapura berbentuk paduraksa. Jarak sekitar 100 meter selanjutnya ada gapura dengan satu pintu masuk di bagian tengah. Gapura itu cukup rendah sehingga untuk memasuki harus dengan agak menunduk.
Gapura yang berwana putih dengan hiasan tulisan arab di bagian atas dan Ukir-ukiran itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan atap terbuat dari kayu dan berbentuk sirap.
Melewati gapura ini sekitar 10 meter berikutnya ada lagi gapura berbentuk paduraksa dan dengan tinggi sekitar 5 meter.Pada gapura yang pada beberapa bagiannya banyak ditumbuhi Lumut ini terdapat tiga pintu masuk. Pintu masuk di bagian tengah tampak lebih tinggi dibanding pintu masuk di sebelah kanan dan kirinya.
Sayangnya, keberadaan banyak lapak di sekitar gapura itu terasa cukup mengganggu pengunjung untuk menikmati keindahan bangunan gapura.Meja atau tenda-tenda lapak tampak menutupi bagian depan gapura sehingga praktis bangunan gapura ini tidak tampak bentuknya jika dilihat dari bagian depan. Bentuk bangunan gapura ini baru terlihat dari bagian belakangnya.
Pada beberapa bagian dinding gapura terdapat lubang-lubang berbentuk lingkaran yang mungkin dulunya merupakan tempat ditempelkannya beberapa keramik kuno.  Tapi entah karena faktor penjarahan atau yang lainnya, kini tak ada satupun keramik Kuno yang tersisa dan menempel pada dinding gapura itu. Melewati gapura ini terdapat masjid Astana Sunan Bonang dan kantor.
Pada bagian utara masjid ini terdapat makam dengan beberapa batu nisannya yang berbentuk kuno. Di kanan dan kiri terdapat bangunan berpagar besi dan beratap kayu yang digunakan untuk menyimpan benda-benda Purbakala seperti nisan batu berukir, batu berbagai bentuk, lumpang batu dan sebagainya.
Sedangkan di bagian tengahnya tampak berdiri kokoh gapura paduraksa yang telah mengalami pemugaran pada beberapa tahun yang lalu. Gapura ini tampak lebih aman dari jarahan Tangan-tangan jahil. Di gapura masih banyak terdapat Hiasan keramik kuno yang menempel di dinding. Keramik-keramik berbentuk lingkaran itu berwarna putih, krem dan biru dengan hiasan tulisan Arab dan Motif lainnya di bagian tengah dan tepinya.
Di belakang gapura ini terdapat Bangunan dinding yang disebut Gapura Kelir setinggi 1,5 meter dan panjang 4 meter dengan piring keramik kuno sebanyak 17 buah yang beraneka ukuran menempel pada dindingnya. Makam Sunan Bonang itu sendiri terletak sekitar 50 meter dari gapura ini dengan berada di antara banyak makam.
Makam Sunan Bonang yang dikelilingi oleh makam beberapa kerabatnya itu berada pada bangunan yang berbentuk cungkup dengan Kemuncak ( hiasan puncak bangunan ) terbuat dari perunggu.
Atapnya juga berbentuk sirap yang terbuat dari Kayu yang cukup rendah. Pengunjung yang berziarah dan memasuki Ruangan makam Sunan Bonang ini dibatasi jumlahnya. Sedangkan pengunjung lainnya berziarah dan berdoa dengan duduk bersimpuh atau bersila di luar ruangan makam. Banyaknya pengunjung yang berziarah dan berwisata religi ke makam Sunan Bonang ini menjadikan rangkaian bacaan doa, tahlil dan Ayat-ayat suci Al Quran senantiasa mengalun seolah tiada hentinya dari makam sang Sunan.
Sunan Bonang dikenal bernama Raden Maulana Makdum Ibrahim dan diperkirakan lahir tahun 1465 dan wafat 1525. Merupakan putra Raden Rahmat atau lebih dikenal Sunan Ampel dalam pernikahannya dengan Nyai Ageng Manila. Dalam syiar islam di Nusantara, Sunan Bonang menggunakan pendekatan dengan tasawuf dan Sastra.
Salah satunya dengan adanya suluk-suluk ( semacam puisi, tembang atau lagu ) ciptaan Sunan Bonang dengan bahasa prosa, yang berisikan tentang ajaran Islam. Kitab ini dinamakan Suluk Kangkung Sunan Bonang, dan kemungkinan berisikan ajaran-ajaran Sunan Bonang yang diberikan kepada murid-muridnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun