Di luar, angin membawa suara mesin perahu yang mendekat. Ilham langsung melompat dari tempat duduknya dan berlari ke pintu. "Ayah pulang!" serunya dengan penuh semangat.
Ayahnya, Pak Rasyid, muncul dari balik kabut tipis malam dengan senyum lebar. Di pundaknya tergantung keranjang penuh ikan segar. "Hari ini rezeki kita melimpah, Mirna," katanya sambil melangkah ke dalam rumah.
Malam itu, keluarga kecil itu makan malam dengan penuh syukur. Pak Rasyid bercerita tentang bagaimana ia dan teman-temannya harus bersabar menunggu ikan-ikan besar keluar dari persembunyian. Ilham mendengarkan dengan mata berbinar, membayangkan suatu hari ia akan ikut melaut bersama ayahnya.
Hari-hari berlalu, membawa cerita baru. Namun, kehidupan di Pulau Sedanau tetap berjalan dengan irama yang sama. Di pasar terapung, para pedagang sibuk menawarkan hasil laut segar. Ibu-ibu berkerudung membawa keranjang, tawar-menawar dengan cekatan. Sementara itu, anak-anak bermain di dermaga, memperebutkan layang-layang yang putus diterbangkan angin.
Namun, tidak semua hari di Pulau Sedanau penuh kedamaian. Suatu malam, angin ribut datang tanpa peringatan. Langit menghitam, dan ombak besar menghantam tiang-tiang rumah. Mirna memeluk Ilham erat di dalam rumah mereka, sementara Pak Rasyid berdiri di pintu, memastikan semuanya tetap aman.
"Ayah, rumah kita akan tenggelam?" tanya Ilham dengan suara gemetar.
Pak Rasyid menoleh, matanya penuh keyakinan. "Tidak, Nak. Rumah ini sudah bertahan bertahun-tahun. Ia tidak akan menyerah sekarang."
Sepanjang malam, suara angin dan ombak menjadi irama yang mendebarkan. Namun, ketika fajar menyingsing, badai telah berlalu. Rumah-rumah itu tetap berdiri, meski beberapa tampak sedikit miring. Warga segera bergotong-royong memperbaiki kerusakan. Di Pulau Sedanau, semangat kebersamaan selalu menjadi fondasi yang tak tergoyahkan.
Pulau Sedanau bukan hanya tempat tinggal. Ia adalah rumah bagi tradisi, kenangan, dan harapan. Meski modernisasi perlahan merambah, dengan kapal-kapal besar dan alat-alat canggih mulai menggantikan cara-cara lama, warga Sedanau tetap memegang erat warisan leluhur mereka.
Ilham, yang kini tumbuh menjadi pemuda gagah, sering menghabiskan waktu membantu ayahnya melaut. Namun, ia juga memiliki mimpi besar. Ia ingin membawa cerita tentang Pulau Sedanau ke dunia luar, tentang bagaimana rumah-rumah terapung itu adalah bukti keteguhan hati manusia yang hidup berdampingan dengan alam.
Pada suatu malam bulan purnama, Ilham duduk di ujung dermaga. Laut memantulkan cahaya bulan, menciptakan pemandangan yang magis. Ilham merenungkan mimpi-mimpinya. "Laut ini," pikirnya, "adalah pangkuan ibu yang tak pernah meninggalkan anak-anaknya." Laut tidak hanya mengajarkan tentang ketabahan, tetapi juga tentang harmoni.