Mohon tunggu...
Herlambang Wibowo
Herlambang Wibowo Mohon Tunggu... wiraswasta -

rumit mit mit mit tim tim tim timur -umit mit mit mit tim tim tim timu- __mit mit mit mit tim tim tim tim__ confused between what is and ain't __mit mit mit mit tim tim tim tim__ -umit mit mit mit tim tim tim timu- rumit mit mit mit tim tim tim timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bra Merah

11 Mei 2016   02:41 Diperbarui: 11 Mei 2016   03:03 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kiranya, tak terhitung berapa ribu pukulan dan tendangan yang telah, masih dan akan mendera tubuhnya. Pandangannya sudah sangat kabur, sekabur wajahnya yang tak lagi dikenal sejak darah kental mengucur deras dari bocoran batok kepala dan lubang hidungnya. Amuk massa bak babi buta yang kehilangan anak, tak lagi terelak setelah usahanya untuk menghindar dan melarikan diri, luput. Massa yang beringas, telah benar-benar mengepungnya dari segala penjuru.

Serupa penyesalan, jika saja ia memperhitungkan dan memetakan arah mana yang akan digunakan sebagai pelarian, mungkin kejadiannya tak akan separah ini. Tapi, bukan itu yang seharusnya. Jika saja ia benar-benar berpikir bahwa hal seperti ini akan terjadi, sudah pasti ia tak akan pernah berada dalam kondisi seperti ini. Mungkin itulah nasib yang telah menjelma takdir, tak ada seorang pun yang bisa lari dari guratan takdir. Karenanya, ia hanya bisa pasrah dalam kesadaran yang tinggal setengah. Kesadaran yang telah terlucuti sejak ia tertangkap dalam aksinya. Terlucuti, seperti pakaian yang entah sejak kapan dan bagaimana bisa tertanggal dari tubuh buncitnya.

Dan Tuhan tak pernah tidur untuk hamba-Nya yang menyesal. Ia pun menyaksikan kebenaran bahwa tak pernah ada kesia-siaan dalam kepasrahan. Beruntung, kiranya menjadi konsep yang tepat sekali pun abstrak, saat aparat keamanan berhasil melarikan sisa kesadarannya.

Klise memang, namun seperti itulah yang terjadi.

***

Fetisisme, adalah kelainan yang kini dialamatkan padanya. Ratusan pakaian dalam wanita yang ditemukan Polisi dalam lemari kamarnya, adalah bukti tambahan yang mendukung kelainannya. Maka, ia tak lagi bisa menutupi pengakuan dari sejumlah aksi pencurian pakaian dalam wanita. Pencurian yang semata-mata terdorong oleh kehendak untuk memuaskan hasrat seksualnya.

Namun, peristiwa yang terakhir memang dirasa lain. Bra merah yang selalu dilihatnya melingkari dada manekin di depan toko itu, benar-benar melekat dan tertanam dalam kepalanya. Seperti momok yang terus menghantui, ia tersiksa oleh keinginan untuk memiliki. Dan keinginan, selalu saja membutakan kesadaran. Nyatanya, ia sama sekali tak bisa mengingat saat-saat melucuti bra tersebut. Ia hanya ingat ada teriakan pencuri yang tanpa disadari, tertuju padanya. Teriakan yang membuatnya tersudut pada satu pilihan, lari demi keselamatan diri.

Ironis, penuntasan hasrat malah berbuah kasus yang kini menjeratnya. Dan bra merah yang tinggal setengah akibat terkoyak saat kerusuhan, adalah bukti utama penguat putusan untuk menghabiskan setengah masa hidupnya sebagai pesakitan.

Seperti sebelumnya, pasrah adalah cara terbaik saat tak bisa lagi menghindar. Namun, kata-kata penyesalan yang pernah keluar dari mulutnya, tak lebih dari rangkuman trauma tersebab amuk massa tempo hari. Jauh di dalam dirinya, kelainan hasrat seksual yang terpendam, mengakar dan sudah mendarah daging, kiranya tak akan pernah hilang hanya lantaran penyesalan.

Inikah kehendak Tuhan?

Kontempelasi, malah menjerumuskan dirinya dalam sebentuk pergolakan. Ia merasa terjebak dalam ketidakadilan. Baginya, mencuri memang salah, namun apakah hasrat menyimpang yang dimilikinya itu merupakan kesalahan? Jika memang demikian, mengapa Tuhan menganugerahinya hasrat dalam libido semacam itu? Jika itu memang anugerah, mengapa ia harus berbeda dan dibedakan dari orang kebanyakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun