"Apa sih arti kebahagiaan itu ya? Kok kayanya gw gak pernah merasa bahagia ya" adalah sebuah pertanyaan yang filosofis yang diajukan teman sebangku saya dan dari ini juga membuat saya tertarik untuk membuatkan tulisan ini. "Wah ini pertanyaan berat nih" kata salah satu guruku yang ditanyai oleh teman sebangku. Si R.R bagaikan sebuah perahu kertas kecil yang dihanyutkan di sungai, yang hanya bisa berjalan apabila angin dan arus membawanya. Merasa hidupnya tidak pernah bahagia, oleh sebab itu ia menjalani kehidupan sehari-harinya dengan biasa-biasa saja tanpa ambisi menggapai sesuatu atau bertemu seseorang. Definisi kebahagiaan seseorang itu berbeda tiap insan. Ada yang mengaku bahagia hanya sekedar makan ayam atau ada yang mengaku bahagia ketika menjadi juragan ayam. Yah keduanya adalah sebuah kebahagiaan. Atau dalam arti lain kebahagiaan itu tidak bisa didefinisikan secara global. Apakah memang demikian? Mari kita buktikan bersama.
Kebahagiaan yang semuÂ
 Apakah sebuah kebahagiaan bisa diukur? Jawabannya tentu tidak, tidak sama sekali! tetapi 2 ada hal yang bisa mengindikasikan bahwa seorang itu diduga telah bahagia. Beberapa orang mengatakan bahwa kebahagiaan itu ketika kita memiliki harta yang berlimpah, beberapa lagi mengatakan ketika mereka mendapatkan barang mewah atau juga memiliki keluarga harmonis. Kebahagian itu sangat abstrak. Saya ambil contoh, world happiness report adalah lembaga global yang "berusaha" mengukur kebahagiaan dibeberapa negara di dunia. Lembaga ini pertama kali dirilis pada 2 April 2012, Artinya lembaga ini sudah lama meneliti indikator sebuah kebahagiaan di masing-masing negara. Sebagai tambahan, untuk tahun ini sudah ada urutan negara yang paling bahagia dan posisi pertama kembali lagi di duduki oleh Finlandia (sementara Indonesia di urutan 84 dari 137 negara) . Negara Nordik (Eropa Utara) memang dikenal memiliki tingkat kesejahteraan, pendidikan, keamanan yang tinggi, oleh karena itu tak mengherankan apabila Finlandia terpilih kembali. Namun apakah warga negara Finlandia benar-benar bahagia? Apakah di negeri leluhur orang viking ini lebih banyak tawa dibandingkan derita?Â
Kenyataan pahit dan sulit
 Setidaknya ada 7 indikator yang disusun oleh world happiness report dalam mengukur tingkat kebahagiaan suatu negara seperti PDB perkapita, tingkat harapan hidup, kemurahan hati, dukungan sosial, kemampuan memilih jalan hidup sendiri,  persepsi korupsi. Atau dalam bahasa lebih simpelnya adalah kekayaan, kesehatan, kedermawanan, harapan hidup, kemurahan hati, dukungan sosial, kebebasan memilih, pandangan korupsi dan tempat yang terkesan menakutkan. Sekali lagi saya tekankan bahwa Finlandia sangat tepat apabila mengaca dan merujuk pada indikator tersebut. Oke baiklah, rasanya tidak adil bilamana hanya menilai suatu negara dengan satu sudut pandang saja, mari kita lihat permasalahan di sebuah negara yang baru saja bergabung ke NATO tersebut. Masalah sosial  yang di hadapi Finlandia bukanlah masalah yang sepele, setidaknya ada 3 masalah penting, yaitu kesepian, depresi, dan bunuh diri. Di tambah lagi, Fakta lainnya, sepertiga kematian di Finlandia didominasi oleh bunuh diri. Mengutip dari detik com, "Banyak anak muda makin kesepian dan stress, serta mengidap gangguan mental," ujar salah satu periset, Michael Birkjaer seperti diberitakan Guardian. Beralih mengutip dari laman BBC, "Meski menempati posisi tertinggi dalam peringkat negara paling bahagia di dunia, tingkat penyalahgunaan narkoba dan angka bunuh diri Finlandia berada di atas rata-rata negara Eropa lainnya." Bilamana fakta tersebut belum meyakinkan anda, cobalah baca pendapat Jonne seorang dokter berusia 27 tahun, "Meskipun statistik menunjukkan bahwa kita adalah negara paling bahagia dunia, data itu tidak menceritakan kondisi yang ada secara utuh. Karena depresi adalah sebuah penyakit dan kemunculannya tidak selalu berhubungan dengan kondisi sekitar." Imbuhnya sebagai tambahan. Dengan depresi yang tinggi tersebut, maka beberapa diantara mereka mencoba mengakhiri hidupnya, tak heran mengapa mereka. Untuk lebih detail lagi teman-teman bisa bersandar ria di artikel atau jurnal ilmiah yang membahas hal terkait. Menyambung pernyataan sebelumnya, apakah kebahagiaan tetap akan datang walaupun 7 indikator diatas tidak terpenuhi?
Sebuah kebahagiaan yang hakiki?Â
 Teman-teman mungkin pernah mencari di google apa arti kebahagiaan atau menanyakannya kepada seseorang yang dekat dengan anda sebelum membaca tulisan ini. Dan mungkin juga anda sangat sering mendengar jawaban yang akan saya lontarkan sekarang, yang membuat kalian seakan mengatakan "Ah, ini mah gue juga udah tau dari lama" atau beberapa respon serupa. Tetapi percayalah, hidup memang tidak akan pernah menemukan titik kebahagiaan yang optimal(Sempurna), karena sejatinya manusia selalu punya hasrat dan keinginan yang beragam yang terus muncul seiring berjalannya waktu. Tetapi, saya percaya bahwa kita dapat mendekati titik kebahagiaan yang hakiki(sebenarnya) dengan bersyukur, saya ulangi lagi ber-syu-kur. Suatu kata yang sering kali kita dengar tapi tak semua orang benar-benar menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya yakin para pembaca mungkin ingin berkata bahwa "saya sudah bersyukur tetapi mengapa kebahagiaan itu tidak menghampiri saya?" Apakah hal tersebut benar? Jelas sekali statement itu kurang tepat. Saya rasa ada yang kurang tepat memaknai kata bersyukur. Saya ambil sebuah ilustrasi, ada sebuah pertemanan, yang satu adalah pengoleksi buku beribu-ribu dengan alasan hanya apabila ia mendapatkan satu buku lagi, maka dia akan bahagia. Disatu sisi, ada seorang yang pelajar yang memiliki keterbatasan finansial sampai-sampai ia harus putus sekolah tetapi punya semangat belajar tinggi, ketika ia diberikan 1 buku saja, maka kebahagiaan di ujung matanya tak terhindarkan. Lalu dimana letak hubungannya dengan bersyukur? Si pengoleksi buku bisa saja tidak tidak bahagia ketika ia tidak mendapatkan satu dari sekian banyak buku yang ia inginkan, tetapi pada satu kenyataan dia akhirnya tidak bisa mendapatkan bahkan satu buku saja. Pengoleksi buku tersebut pasti amat kecewa dengan kenyataan pahit tersebut dan dapat berujung depresi bilamana ia tidak bersyukur dengan ribuan buku yang rapih di lemarinya tapi belum sama sekali dibaca. Di sisi lain, pelajar tersebut ketika mendapatkan satu buku tetapi tidak ada rasa syukur dihatinya, maka ia akan terus berupaya mendapatkan buku-buku lainnya, hal ini bisa berujung ke hal-hal negatif pada disinya karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung tersebut. Dan pada akhirnya kedua sahabat tersebut tersadar akan kurangnya mereka dalam mensyukuri apa yang mereka miliki, baik dalam keadaan miskin maupun kaya.
Sebuah kesimpulan dari berbagai simpul
 Lalu apa hikmah yang bisa kita ambil? Pertama, kebahagiaan itu mutlak dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini, tanpa pandang bulu, ras, agama, jabatan, dll. Juga sangat mustahil mengatakan bahwa dirinya tidak pernah bahagia dalam mengarungi kehidupan sehari-hari. Tinggal bagaimana orang tersebut bersyukur atas apa yang ia miliki. Kedua, bersyukur saja kurang cukup, karena bersyukur dampak besarnya hanya untuk dirinya sendiri. masih ada satu poin rahasia yang bisa melengkapi sebuah kata Bersyukur, kata tersebut adalah kebermanfaatan. Dengan kebermanfaatan dalam diri, kita di masyarakat amat dibutuhkan dan dengan senang hati bisa membantu dan memberikan manfaat kepada mereka. Dari 2 faktor tersebut, mungkin skenario si pengoleksi buku akan menyumbangkan beberapa buku kepada teman yang punya keterbatasan finansial tersebut. Dan si pelajar juga dapat memberikan manfaat atas buku-buku yang diberikan dan ia bisa berbagai pengetahuan kepada si pengoleksi buku atau kepada masyarakat luas. Dengan skenario tersebut, maka dapat terciptanya insan-insan yang mempunyai rasa kebahagiaan yang "hakiki" yang dilandaskan oleh rasa syukur dan kebermanfaatan bagi sesama ~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H