Mohon tunggu...
Danu Respati
Danu Respati Mohon Tunggu... -

Menjalin cerita dari keseharian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rasanya Pengen Cepet Pergi dari Jakarta

29 Juni 2013   12:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:15 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya nunggu ternyata sama saja membosankan. Apalagi di tempat asing gini. Celingukan sana-sini juga ga ada yang dikenal. Nih ceritanya saya lagi di KLIA nungguin temen dari Jakarta. Jalan-jalan keliling bandara apa yang mau diliat. Nongkraong ngopi sudah juga. Ahh ya udah mending melototin gambar peta live di dekat pintu kedatangan.


Di sebelah peta dunia yang berputar itu ada jadwal kedatangan pesawat. Lion Air dijadwalkan tiba mendarat jam 1 pagi molor 1 jam dari seharusnya. Okelah mau gimana lagi. Pertanyaannya apa bener penumpangnya keluar lewat pintu ini. Gimana kalau pintunya banyak. Nah masalah. Harus dicegah sebelum terlambat. Kebetulan lagi ada yang berdiri di sebelah ngeliatin peta juga.


"Ini satu-satunya pintu keluar, betul?" Saya pake Bahasa Indonesia saja. Saya orang Indonesia dan bangga berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Alasan lain sih karena saya yakin orang yang saya tanya adalah orang Malaysia. Pasti ngertilah bahasa Indonesia.


"Benar. Inilah. Nunggu pesawat dari Jakarta juga?". Nah bisa. Biar logat berbeda tapi sama-sama ngerti lah.


"Saya juga lagi tunggu keluarga dari Jakarta".


"Loh orang Malaysia atau Indonesia?"


"Saya orang Malaysia".


Gue sedikit bingung orang Malaysia tapi keluarganya di Jakarta. Agak aneh. Kalo sebaliknya lumayan mungkin. "Lah kok keluarga ada di Jakarta?".


"Iya kakek saya orang Bandung. Masih banyak keluarga di Jakarta".


Oh gitu. "Pernah ke Indonesia?"


"Pernah beberapa kali ke Bandung. Ke Jakarta juga pernah sekali".


"Wah Bandung gimana? Enak kan? Saya suka Bandung."


"Ya Bandung menyenangkan. Udaranya segar, sejuk. Ceweknya cantik-cantik"


"Kalau Jakarta gimana?" Coba ngetes orang seberapa jujur mereka dan juga seberapa berkesan Jakarta buat mereka.


"Wah Jakarta panas sekali. Mobil dimana-mana memenuhi jalan. Saya tidak suka Jakarta. Sesak udaranya juga kotor. Waktu ke Jakarta keinginan saya cuma satu".


"Wah kepengen apa?" Gue pikir ada sesuatu di Jakarta yang sangat berkesan baginya.


"Yah saya ingin segera keluar dari Jakarta dan cepat-cepat ke Bandung".


Sialan saya pikir setidaknya ada sesuatu yang berkesan di Jakarta. Tapi kalau dipikir-pikir apa yang bakal orang KL dari Jakarta. Transportasi yang memadai ga ada. DI KL ada MRT, monorel, dan mode lain yang nyaman, Jakarta ga ada. Jakarta sejuk dan berudara segar. Ahh mimpipun belum pernah. Bahkan setiap mendarat ke Jakarta tak pernah terlihat cerah kota ini. Pasti kelam tertutup asap.


Atau Jakarta punya pantai indah berpasir putih. Ga juga. Atau pegunugan hijau berhawa sejuk. Ada sih Puncak cuman kesananya aja bikin stress. Bandingkan dengan Genting yang mudah diakses dan berprasarana lengkap.


Ah sudah, malas membandingkan Jakarta dengan KL atau kota lain. Susah menemukan keunggulannya. Pembicaraan lanjutan pindah ke topik Surabaya, gimana orang ini menangani para mahasiswa Malaysia yang belajar di Surabaya dengan biaya dari Petronas. Konon anak-anak Malaysia yang belajar di Indonesia ga banyak ulah beda dengan yang belajar di Inggris atau Amerika atau Australia. Wah lumayan juga kalau ngomongin gini seolah-olah kita setara dengan US, UK, atau Aussie.


Lama-lama saya mikir kok Petronas banyak bener nyekolahin orang ke luar negeri. Dan itu bukan pegawai Petronas tapi siswa umum yang melanjutkan S1. Saya jadi bertanya apa iya Pertamina nyekolahin anak Indonesia sebanyak itu? Ah saya ga tahu jawabannya dan malas ngebahas. Kalau jawabannya tidak berarti emang kita bukan tandingan Malaysia. Jadi inget kata temen kalau Malaysia tidur aja ga ngapa-ngapin kita bisa sejajar dengan mereka 20 tahun lagi. Dammnnnn...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun