Mohon tunggu...
aris moza
aris moza Mohon Tunggu... Guru - menekuni dunia pendidikan sebab aku percaya dari sanalah mulanya segala keberhasilan itu bermula

seorang yang lantang lantung mencari arti dan makna dalam setiap langkah kecilnya. lalu bermimpi menjadi orang yang dikenal melalui karya-karyanya, bukan rupa, bukan harta, bukan panggkat atau jabatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Klarifikasi, "Tabayun"

3 Maret 2019   10:24 Diperbarui: 3 Maret 2019   11:01 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dulu sekali mungkin sekitar tahun 2011an, aku mengenal kata tabayun dari kajian Mingguan di salah satu masjid raya ditempat aku dilahirkan.
Kajiannya apik, menjelaskan secara tematik, mudah di pahami. Hampir dalam setiap kajian selalu ada kata tabayun, di ulang sampai beberapa kali. 

Ketika menjelaskan persoalan atau tuduhan, kata itu sering muncul untuk ganti klarifikasi bahasa anak kuliahan.

Kecanggihan teknologi memang luarbiasa, membuat semua menginginkan hal instan juga dengan informasi yang diterimanya.

Sayangnya kecepatan informasi kadang tidak dibarengi dengan kecepatan nalar yang dimiliki. Setidaknya ketika menerima berita kebanyakan hanya membaca judul saja. Di perparah lagi ketika para pembuat berita, hanya mengejar rating viewer saja. 

Maka judul di buat sedemikan rupa untuk memancing setiap orang untuk melihatnya. Jadilah kombinasi lengkap, itulah yang membuat diri kita sering alpa untuk mengingat seruan Tabayun.

Kembali kepada kata sakral "Tabayun" croscek atau klarifikasi. Kini kata itu meskipun sering terucap kita sulit mendapatkannya dalam ruang-ruang publik atau media sosial.

Seandainya setiap kita menyadari pentingnya bertabayun. Mungkin kegaduhan yang selama ini selalu muncul dan tenggelam terus berganti tidak akan ada lagi.

Sebab melaratnya nalar kita untuk sejenak menggunakan nurani mencoba berkata dalam hati barang kali bukan seperti ini yang di maksud lalu mencari kebenarannya ke sumber yang aslinya.
Alangkah indahnya, mungkin media sosial yang telah menjadi rumah kedua kita tidak terkotori oleh sumpah serapah, hinaan, cacian yang tentu sangat merugikan diri sendiri.

Setelah beberapa tahun, justru kelompok itu yang dulu sering memberikan kajian dengan Tabayun. Hari ini yang paling gemar membuat statemen tanpa tabayun dulu, bahkan cenderung menggunakan kata-kata provokatif. untuk mengomentari orang atau kelompok yang tidak sepaham dengannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun