"Pantas saja ia jadi maling, ayahnya saja seorang pejudi!"
Ungkapan-ungkapan di atas seringkali kita dengarkan sebagai sebuah pembenaran dari tindakan kurang baik seseorang. Namun, apakah hal tersebut benar adanya secara ilmiah? Jawabannya adalah, bisa jadi.
Adverse childhood experiences adalah sebuah istilah yang cukup sering disuarakan beberapa tahun belakangan ini.
Secara mudahnya adverse childhood experiences adalah pengalaman merugikan yang dirasakan seorang anak-anak pada usia 18 tahun ke bawah, atau singkatnya trauma masa kecil.
Penelitian awal yang membahas mengenai trauma masa kecil ini dilakukan pada tahun 1995 oleh Kaiser Permanente di Amerika, di mana ia melakukan survey pada 13.000 orang dewasa untuk mengetahui berapa skor trauma masa kecil dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupannya di masa depan. Didapatkan hasil bahwa terdapat kaitan yang erat antara trauma masa kecil dengan perilaku dan munculnya penyakit pada masa dewasa.
Ada tiga jenis trauma masa kecil, yakni kekerasan, penelantaran, dan masalah lingkungan rumah tangga.
Risiko yang dapat menghantui seseorang dengan trauma masa kecil antara lain prilaku yang kurang baik seperti malas beraktivitas fisik, merokok, peminum alkohol, pengguna obat terlarang, hingga malas untuk bekerja.
Sementara riwayat trauma masa kecil juga meningkatkan risiko terjadi penyakit lebih awal seperti depresi, gangguan paru-paru, asma, gangguan ginjal, stroke, penyakit jantung koroner, kanker, diabetes, dan obesitas.
Hal-hal ini yang akan menyebabkan seseorang dengan trauma masa kecil memiliki kualitas hidup yang menurun hingga umur yang lebih pendek.
Salah satu mekanisme bagaimana trauma masa kecil dapat menyebabkan hal tersebut adalah karena pada keadaan stress, hal tersebut akan menyebabkan peningkatan zat-zat peradangan dan gangguan perkembangan otak.