"Acara ini akan mengikuti protokol kesehatan."
Sepertinya kita semua sudah tidak asing lagi dengan tulisan di atas. Semenjak penerapan adaptasi kebiasaan baru yang digagas pemerintah, banyak penyelenggara yang mulai melakukan aktivitas kembali setelah sekian lama vakum.
Tentu tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Bahkan ibadah haji di Mekkah pun kembali dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Belakangan ini banyak terlihat video dan foto para jemaah haji yang melakukan tawaf dengan menjaga jarak dan mengenakan masker. Salut.
Karena keperluan menghadiri acara, saya memberanikan diri datang ke pusat perbelanjaan di Surabaya yang sudah diembel-embel dengan jargon "mengikuti protokol kesehatan".
Sesampainya di pusat perbelanjaan tersebut, saya diminta oleh satpam untuk menyuci tangan dengan sabun dan kepala saya ditembak thermogun. Syukurlah satpam tersebut tidak termakan isu menembak thermogun di kepala bisa menyebabkan bahaya.
Setelah melakukan itu semua, saya bergegas masuk dan melihat tempatnya yang terlihat sepi. Maklum, karena banyak orang yang masih belum berani pergi ke tempat keramaian seperti mall. Saya duduk di kursi paling pojok yang sudah di atur berjarak sekitar 1 meter antar satu sama lain.
Namun, satu hal yang membuat saya "gatel" adalah perilaku para panitia acaranya. Mereka mengenakan masker di leher dan beberapa hanya mengenakan face shield.
Padahal sudah sangat jelas kita bernapas melalui hidung bukan leher (terkecuali anda menjalani tracheostomy, suatu tindakan operasi pembuatan lubang di leher sebagai saluran nafas pada kasus-kasus penyakit sumbatan).
Seperti yang sudah diketahui penggunaan face shield sendiri tidak dapat menggantikan peran masker untuk menghindari percikan droplet.
Saya yang semula duduk anteng menjadi gelisah ketika seorang panitia yang duduk di dekat saya mengajak berbicara. Dengan santainya ia berbicara tanpa mengenakan masker atau face shield.