Rabu, 15 Desember 2021
Pekan Adventus III
Yes. 45: 6b-8. 18. 21b-25
Luk. 7: 19-23
Biasanya ketika momen suksesi pemilihan pemimpin entah eksekutif atau legislatif, ada jargon kampanye yang tertulis pada baliho atau bisa juga diutarakan pada saat tatap muka dengan masyarakat yaitu "beri bukti bukan janji". Biasanya jargon ini menjadi senjata dari pihak petahana atau pendatang lama. Mereka mengkampanyekan apa yang telah mereka buat, bukan menjanjikan apa yang akan ia buat. Kalaupun ada janji itu tentang hal-hal baru untuk melengkapi yang sudah ada.Â
Namun demikian, bukti dan ataupun janji dari manusia selalu terbatas dan tak sempurna. Bisa jadi bukti itu tak seratus persen terlaksana seperti idealnya, bisa pula janji yang dikampanyekan tak akan direalisasikan. Gambaran ini tentu tidak mengatakan bahwa para calon itu jelek tetapi sebagai satu gambaran bahwa manusia selalu terbatas dan punya batas.
Hari ini bacaan-bacaan suci menampilkan secara tegas dan jelas bahwa Tuhan yang kita imani mengasihi dan mencintai kita dengan bukti. Dalam bacaan pertama Nabi Yesaya menggambarkan tentang segala sesuatu berasal dari-Nya, segala sesuatu ditaklukan-Nya, segala sesuatu adalah buah karya-Nya. Prinsipnya segala sesuatu adalah milik Allah, berasal dari Allah dan berada di bawah kekuasaan Allah. Yahweh lewat nabi Yesaya mau menyadarkan dan meyakinkan kembali bangsa Israel agar tetap setia beriman pada-Nya bukan kepada ilah-ilah yang lain.Â
Dalam bacaan Injil, atas pertanyaan Yohanes Pembabtis yang disampaikan lewat murid-muridnya,"tuankah yang ditunggu kedatangannya? Ataukah haruskah kami menantikan seorang yang lain?", Yesus tidak menjawab dengan jawaban konseptual, teoritis ilmiah tetapi Ia memberikan jawaban dengan membeberkan fakta-fakta; "orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik". Bahkan Ia tidak ingkar kalau berjanji sebab Ia adalah bukti kesetiaan dan kepenuhan janji Allah sendiri.Â
Setiap orang pun pasti mengalami banyak bukti bahwa Tuhan sungguh ada dan Tuhan sungguh menyertai dan mengasihi dia. Pengalaman besar maupun kecil, secara langsung maupun tidak langsung. Kalau tidak ada yang pernah mengalami satu bukti kasih Allah, itu berarti seorang tersebut amnesia hakiki, amnesia ontologis.
Pertanyaannya untuk kita adalah apakah kita masih meragukan kasih Tuhan? Adakah iman kita tetap teguh kepada-Nya? Adakah kita setia beriman kepada satu Allah; Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus?. Apakah kita masih menaruh harapan pada ilah yang lain? Apakah kita hayati sabda dalam Nabi Yesaya "Akulah Tuhan, tidak ada yang lain". Ragukah kita akan jaminan ini?