Surga dan neraka kerap menjadi perdebatan hangat di kalangan rohaniawan entah dari agama apapun.Â
Tidak heran, masing-masing kelompok saling klaim kepemilikan surga dan mereka yang berbeda harus menjadi penghuni neraka.Â
Ajaran ini terlalu menekankan isu eskatologis (akhir zaman) yang tidak ramah terhadap ibu pertiwi.
Perdebatan ini bahkan sering menimbulkan perpecahan dan merendahkan yang lain. Ajaran-ajaran tentang surga yang penuh spekulasi telah melupakan bagaimana cara hidup di bumi.Â
Sebagai contoh, karena sering bicara tentang sorga, pada akhirnya melupakan isu-isu krusial yang perlu mendapatkan perhatian.
Pertanyaan yang mendasar dalam amatan saya, apakah beragama hanya melulu tentang sorga? Dalam konteks menggereja, apakah mereka yang masuk dalam kategori mendapatkan layanan pastoral hanya umat (manusia)? p
Pertanyaan ini tentu menjadi suatu pertanyaan reflektif yang membawa kita memandang masa depan.
Bumi yang menjadi rumah bersama luput dalam layanan pastoral karena orientasi ajaran berpusat pada pengejaran akan sorga.Â
Tidak banyak gereja yang menyuarakan kepedulian terhadap krisis ekologis dan selalu berbicara tentang sorga dan ajaran-ajaran motivasi yang berpusat pada manusia (ajaran yang bersifat antroposentris).
Dalam sebuah postingan saya pada media sosial Facebook dan Instagram, saya menjelaskanÂ
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!