Mohon tunggu...
Jefri Maradi
Jefri Maradi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teologi

Menulis dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belis sebagai Simbol Penghargaan atau Transaksi Pernikahan?

15 Mei 2024   21:24 Diperbarui: 15 Mei 2024   21:35 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kenapa belis masih relevan untuk dipertahankan di budaya Sumba? Belis mengingatkan kepada pihak laki-laki (suami) bahwa perempuan yang menjadi istrinya adalah pribadi yang berharga (mengingat belis) yang patut dijaga, dirawat, dan dilindungi. Jadi, belis dalam budaya Sumba sebenarnya bukan sebuah transaksi melainkan pengingat akan berharganya perempuan yang dipersunting untuk dijadikan istri.

2. Belis bukan sarana transaksi jual-beli, melainkan pengikat perjanjian nikah

Ada pemahaman yang keliru terkait belis, bahwa ketika memiliki anak perempuan hal itu akan menambahkan harta di mana pihak keluarga perempuan mendapat hewan. Pemikiran tersebut juga salah karena telah melenceng dari makna utama dari belis.

Belis bukan untuk pencarian keuntungan salah satu keluarga melainkan menjadi pengingat akan berharganya suatu pernikahan. Pihak laki-laki juga tidak bisa beranggapan bahwa ia telah membayar belis sehingga dapat memperlakukan istrinya dengan semena-mena melainkan ia harus memandang istrinya dengan mengingat harga yang telah ia korbankan untuk mempersunting istrinya.

Ketika konflik rumah tangga terjadi, tidak bisa dengan enteng mengucapkan kata cerai kepada pasangan karena belis sebagai pengingat bahwa pernikahan adalah hal yang berharga. Apalagi jika belis belum dilunasi, maka hal itu harus menjadi pengingat bahwa pernikahan adalah utang kehidupan yang harus diupayakan untuk dijaga dengan baik

3. Belis sebagai pengingat kesetaraan dan Penghormatan kepada Perempuan

Belis mengingatkan bahwa perempuan bukanlah objek yang dibeli melainkan sebagai pengingat akan keberhargaan perempuan di mata laki-laki. Tradisi Sumba mengajarkan akan penghormatan kepada perempuan bahwa dia adalah pribadi yang patut dijaga dan dilindungi bukan untuk dieksploitasi baik secara seksual maupun untuk pekerjaan-pekerjaan rumah.

Biasanya, setelah kesepakatan adat pernikahan dalam tradisi Sumba, sebelum penyerahan anak perempuan kepada pihak keluarga laki-laki, orang tua dan kerabat perempuan memberikan wejangan kepada anak mereka dan suaminya.

Kepada perempuan dinasihati menjaga martabatnya sebagai perempuan dan kepada laki-laki ia diminta untuk menjaga, melindungi, dan merawat anak mereka bukan untuk dieksploitasi.

Sebagai kesimpulan, bagi saya, belis masih relevan untuk konteks saat ini di masyarakat Sumba dengan mengembalikannya pada makna yang seharus yaitu bukan untuk pencarian harta berupa hewan, melainkan untuk mengingat bahwa pernikahan itu berharga. Pernikahan memiliki harga mahal yang harus dibayar.

Dalam menjalani kehidupan pernikahan, pasangan suami-istir tidak boleh memperlakukan pasangannya dengan semena-mena dan juga tidak dengan mudah mengucapkan kata cerai ketika terjadi konflik mengingat belis yang telah dikorbankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun