Kalau kita membaca salah satu runtutan berita hangat tentang kasus Cebongan, ada mungkin sedikit yang luput dari perhatian kita. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Kombes Kris Erlangga dengan sangat gagah dan serta merta  menegaskan bahwa penyelidikan kasus Hugo's Cafe itu akan dihentikan, karena tersangkanya tewas.
Hampir semua pemberitaan yang bersumber dari penjelasan pihak kepolisian itu sendiri menyatakan bahwa pelaku pengeroyokan yang menyebabkan kematian mengenaskan Sertu Heru Santosa sebanyak 11 orang. baru tertangkap 4 orang yang kemudian kita ketahui telah dihabisi oleh oknum Kopassus, sementara 7 orang sisanya masih berkeliaran bebas dijalanan dan tidak ada satupun indikasi yang terlihat bahwa mereka akan diproses secara hukum dan secara fair dilakukan pengadilan.
Kasus ke tujuh orang tersebut seolah tenggelam (sengaja ditenggelamkan) dengan hiruk-pikuk pemberitaan yang hampir semuanya menghakimi pihak Kopassus. Bahkan, sangat terlihat secara sepintas bahwa media, LSM, bahkan anggota dewan dan para cendikia hukum terlalu euforia untuk menghakimi institusi Kopassus namun justru terlupa (melupakan / jangan-jangan sengaja dilupakan) satu sisi kejahatan melawan hukum (berat) dari ke tujuh sisanya para tersangka pelaku pembunuhan sadis terhadap salah satu anggota Kopassus.
- Apakah ini yang dimaknai sebagai Hak Asasi Manusia yang sebenarnya bagi para pendekar dan penegak hukum serta keadilan?
- Inikah cara paling elegan menurut para pendekar Hukum yang menjadi gambara komunitas paling madani dan paling beradab dimuka bumi negeri ini?
- Mengapa tidak ada satupun para Pembela Kebenaran Hukum (yang konon katanya berlaku universal) yang mencoba menggali masalah tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H