Mohon tunggu...
Jefri Bule
Jefri Bule Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lone Detective

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Akhirnya Disamperi Densus Juga

6 Juni 2013   21:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:26 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melanjutkan cerita tentang putri saya kemarin. Beberapa hari kemudian, sehabis mengucapkan salam saat jama'ah Maghrib, saya agak kaget. Ternyata dibelakang saya sudah ada Densus. Orangnya berwajah sangar. Walaupun begitu, beliau baik hati. Beliau adalah salah satu tetua kampung kami, sekaligus ketua takmir masjid. Nama lengkapnya Soesilo Widagdo. Masih punya garis keturunan dengan raden Mas Said. Karena kumisnya yang tebal dan keturunan ningrat, beliau sering dipanggil dengan nama panggilan, Densus, sejak jadi pemuda tanggung. Terutama bagi warga-warga kami yang sudah sepuh. Panggilan itu sudah ada bahkan sebelum DENSUS 88 dibentuk.

Kami bersalaman, sekejap dan kemudian melanjutkan do'a-do'a pendek sebagaimana mestinya. Sehabis berjamaah, biasanya kami ngobrol sambil ngalor-ngidul membahas hal-hal yang umumnya nggak penting.

Sekejab, saya jadi ingat kejadian yang menimpa putri kesayangan saya. Segera saya lapori dirinya, karena mau tidak mau juga harus ikut bertanggungjawab selaku tetua kampung dan takmir masjid Il'Sadaum.

Den Sus, "anakku kuwi mbok jamoni opo? Lha wong aku bapakne wae nek ngakon mangkat Mejid, mesthi alesane pirang-pirang. Nek di kongkon Bapakne mangkat ngaji wae malese ra karuwan."

(Ind: Den Sus, "anakku itu kamu beri jamu apa? Saya saja sebagai Bapaknya, menyuruhnya berangkat ke Masjid, pasti dianya ogah-ogahan nyari-nyari alesan. kalau disuruh berangkat belajar ngaji malesnya nggak ketulungan.")

Den  Sus menjawab, "kuwi sing njamoni dudu aku, ra ndadak nganggo srogal-srogol ngono tho..... " Lanjutnya, "Kuwi anakmu mergo ditlateni karo mbak-mbake mahasiswa KKN. Diajari mben sore. Lha sing jelas, anakmu kuwi saiki tambah raket, runtang runtung karo mbake sing kocomotoan, sing manis kae lho. Nek ra kleru jenenge Masyitoh, cah Salam, Megelang. Jarene ugo nyambi nyantri ning Sucen (Al Falah)."

(Ind, Den Sus menjawab , " itu yang ngajari bukan saya, jangan asal nyemprot begitu tho... itu anakmu karena diajari dengan telaten oleh Mbak-Mbak Mahasiswa KKN. Diajari tiap sore. Yang jelas, anakmu sekarang tambah akrab, dengan Mbaknya yang pakai kacamata. Yang manis itu lho. Kalau nggak salah, namanya Masyitoh, anak Salam Magelang. katanya juga nyambi jadi santriwati di Sucen (Al Falah).")

Saya segera menyahut sambil garuk-garuk kepala, " Ooooooooo ngono tho Den....."

(Saya segera menjawab sambil garuk-garuk kepala, "Oooooooooooooo gitu tho Den...").

Den Sus gantian muring-muring sama saya, "Mulane nek dadi Bapak kuwi orang ming ngodro. Ndidhik anak wedhok jaman saiki kuwi ora gampang. Ora waton nesu ro anak. Lha nek ngene iki sing kleru siapa? Kowe kuwi kudune bersyukur. Ora nganggo ragad, wis ono sing ndidhik becik anakmu."

(Den Sus gantian jadi bete abis sama saya, "Makanya, kalau jadi Bapak itu jangan asal nabrak dan marah. Mendidik anak perempuan jaman sekarang itu tidak gampang. Jangan asal nyemprot sama anak. Lha kalau begini ini yang keliru siapa?" Kamu itu harusnya bersyukur. Nggak pakai biaya sudah ada yang mendidik dengan benar anakmu.")

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun