Belakangan ini, pernyataan salah satu anggota DPR yang menyebut bahwa "apoteker jalanan" merujuk pada peracik minuman keras (miras) oplosan menjadi topik diskusi hangat. Kontroversi ini menggugah perhatian kalangan akademisi dan praktisi farmasi. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pernyataan tersebut secara kritis dalam kerangka profesi farmasi dan implikasi kebijakan publik, serta menyarankan langkah solutif untuk menyelesaikan isu miras oplosan.
Apoteker: Pilar Penting dalam Sistem Kesehatan
Profesi apoteker memiliki fungsi krusial dalam menjamin keamanan, efektivitas, dan kualitas obat-obatan yang digunakan oleh masyarakat. Pendidikan apoteker dirancang dengan kurikulum yang kompleks, mencakup farmakologi, kimia farmasi, teknologi farmasi, dan etika profesional. Oleh karena itu, mengaitkan profesi ini dengan aktivitas ilegal seperti peracikan miras oplosan mencerminkan pemahaman yang keliru dan dapat mencederai kredibilitas apoteker sebagai tenaga kesehatan yang diakui secara hukum.
Pernyataan anggota DPR tersebut berpotensi menciptakan kesalahpahaman di masyarakat awam. Label "apoteker jalanan" mengaburkan batas antara kegiatan kriminal dan praktik farmasi profesional, yang seharusnya tidak dicampuradukkan. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan publik terhadap apoteker, yang selama ini memegang peranan strategis dalam pelayanan kesehatan.
Isu Miras Oplosan: Tantangan Multidimensional
Miras oplosan adalah persoalan serius yang kerap memakan korban jiwa akibat kandungan zat berbahaya seperti metanol. Fenomena ini mencerminkan kombinasi masalah, mulai dari lemahnya regulasi hingga rendahnya kesadaran masyarakat mengenai risiko kesehatan yang ditimbulkan.
Namun, pendekatan retorika seperti menyebut peracik miras ilegal sebagai "apoteker jalanan" bukanlah solusi. Narasi ini mengalihkan perhatian dari akar masalah, yaitu kurangnya pengawasan ketat, minimnya edukasi masyarakat, dan lemahnya penegakan hukum. Sebagai gantinya, diperlukan langkah-langkah strategis berbasis data dan kolaborasi lintas sektor.
Urgensi Kehati-hatian dalam Komunikasi Publik
Anggota DPR memiliki peran sebagai pembentuk opini publik. Oleh karena itu, setiap pernyataan mereka harus didasari pemahaman yang mendalam dan berlandaskan pada data yang valid. Ucapan yang tidak tepat dapat menimbulkan efek domino berupa terganggunya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang mereka wakili, serta menyulut kontroversi yang tidak produktif.
Dalam konteks ini, pemahaman tentang terminologi teknis sangat penting. Profesi apoteker tidak boleh disandingkan dengan praktik ilegal tanpa pembuktian yang jelas, karena hal tersebut tidak hanya merugikan individu, tetapi juga institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan secara luas.
Kesimpulan
Pernyataan anggota DPR terkait "apoteker jalanan" menggarisbawahi pentingnya kehati-hatian dalam komunikasi publik, terutama dalam topik yang sensitif. Kesalahan dalam penggunaan istilah teknis dapat menimbulkan konsekuensi luas, baik bagi profesi tertentu maupun persepsi masyarakat secara umum. Ke depan, diharapkan ada klarifikasi dari pihak terkait serta inisiatif nyata untuk memperbaiki situasi ini. Solusi berbasis kolaborasi dan edukasi menjadi kunci utama dalam menangani masalah miras oplosan secara komprehensif dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H