Mohon tunggu...
Jeff Santiago Napitupulu
Jeff Santiago Napitupulu Mohon Tunggu... -

Seorang pemuda yg berkebangsaan Indonesia! Lagi belajar menulis.......

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kemacetan yang Istimewa

11 Juni 2012   14:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:06 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melelahkan sekali menikmati macetnya kota Jakarta ini, kota dengan segudang masalah yang mulai dari kriminalitas, banjir dan tentu saja macet. Kemacetan kota Jakarta katanya sudah di ambang kritis, karena laju pertumbuhan kendaraan bermotor lebih cepat dibandingkan pembangunan infrastruktur jalan.

Kemacetan Jakarta ini untuk sebagian orang pasti sangat menyebalkan, tapi disela-sela kemacetan yang terjadi, mungkin saja kita akan menemukan hal yang lucu,aneh,sedih,bahkan menakutkan. Seperti biasa penulis pulang kerja dengan menggunakan angkutan umum dan selalu pulang dengan rute yang sama, dimana rute ini adalah ruas-ruas jalan yang sering terjadi kemacetan.

Hari ini ada sesuatu kejadian yang berbeda buat penulis. Dimana seorang tunawisma (laki-laki) yang umurnya berkisar 22-27 tahun, naik ke angkutan umum yang penulis tumpangi, lalu dengan memelas dia mulai berbicara yang  kalimat nya kurang lebih   seperti ini : " bapak,ibu,abang dan kakak maaf mengganggu perjalanan anda. Saya disini tidak mencari masalah, hanya mau mencari sesuap nasi......Saya bukannya tidak mau mencari pekerjaan, tapi karena tidak ada keterampilan, sekolah saja tidak tamat. Gitar yang biasa saya gunakan dihancurkan satpol PP, tidak bisa lagi saya mengamen. Hanya dengan cara ini saya yang bisa...saya terpaksa melakukannya, dari pada saya mencuri......."

Ini sepenggal kalimat dari laki-laki tersebut. Pasti yang tinggal di Jakarta kurang lebih sering mendengar kalimat diatas. Lalu,setelah tunawisma tersebut berbicara, lalu dia mulai meminta-minta ke para penumpang. Dari sekian banyak penumpang, hanya sedikit yang memberikan, tentu saja penulis tidak memberikan seratus rupiah pun kepada laki-laki itu. Karena penulis berpikir  tentu saja  masih banyak cara yang halal untuk mencari uang.

Setelah itu si tunawisma tersebut turun dan penulis masih memperhatikan dia melewati angkutan umum untuk menyebrang jalan. Kondisi jalan waktu pulang sangat lah macet sedangkan arah sebaliknya lancar. Masih tetap memperhatikan dari balik kaca angkutan umum, penulis melihat laki-laki tunawisma tersebut berdiri di depan seorang nenek (tunawisma juga), memberikan sebagian atau mungkin semua uang nya yang dia dapat hari ini kepada nenek tersebut.

Melihat kejadian yang sangat istimewa tersebut......entah bagaimana penulis terdorong untuk menghampiri laki-laki tersebut dan tanpa pikir panjang lagi sudah turun dari angkutan umum dan menyebrang mencari laki-laki tersebut, tapi tidak terlihat lagi. Dia menghilang begitu saja. Akhirnya penulis menghampiri nenek yang diberikan uang tadi. Melihat dari mangkuk uang nya, begitu banyak uang recehan didalam nya. Mungkin saja laki-laki tersebut memberikan seluruh uang nya. Lalu, penulis menanyakan kepada nenek tersebut, siapa nama  laki-laki yang memberikan uang tersebut dan dimana dia tinggal. Si nenek awal nya ketakutan saat penulis menanyakan hal itu, setelah si nenek memperhatikan penulis lebih lama dan yakin bahwa dia tidak diapa-apain atau mungkin  ditangkap, akhirnya si nenek mau berbicara.

Berdasarkan pengakuan si nenek bahwa dia tidak mengetahui nama dan dimana laki-laki itu tinggal, dia hanya ingat bahwa setiap malam laki-laki tersebut memberikan dia uang atau menanyakan kabar nya, dan terkadang membawa nasi bungkus buat si nenek.

Terharu mendengar cerita si nenek tersebut. Malu rasanya, laki-laki tunawisma tersebut masih dapat bisa berbagi dengan si nenek. Sedangkan penulis, sebelum nya tidak mau memberi di sepeser rupiah pun kepada laki-laki tunawisma tersebut. Akhirnya penulis memberikan beberapa lembar uang kepada si nenek. Kepada si nenek, penulis mengatakan : " masih ada orang yang peduli dengan nenek dan kepada laki-laki itu, tetap semangat untuk bertahan hidup di kota ini dan selalu bersyukur kepada Tuhan"

Semoga saja nenek dan laki-laki tunawisma tersebut baik-baik saja. Ada sebuah kalimat yang mengatakan bahwa "kasih itu murah hati"


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun