Mohon tunggu...
Jeff Sinaga
Jeff Sinaga Mohon Tunggu... Guru - Suka menulis, olahraga dan berpikir

pendidik, ju-jitsan, learn to stay humble and live to give good impact. :-) follow twitter: @Jef7naga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Anggar Jago

22 September 2014   06:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:59 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggar jago itu seperti petentengan, atau lebih tepatnya lagi arogan. Tapi sepertinya itu pun belum pas, mungkin bila digabungkan antara arogan ditambah kesombongan ditambah pengecut, nah kayaknya uda mewakili pengertian itu. Kalau bahasa medannya, anggar itu mungkin lebih kepada sesuatu yang disombongkan. Kalau lagi marah biasa keluar kata-kata, “siapa yang kau anggarkan di sini?”, “bapakmu, mamakmu, familimu, hantu-hantumu pun aku gak takut biar kau tau!”

Hidup ini (menurut pengalaman saya) dipenuhi oleh manusia-manusia yang anggar jago. Sepertinya mungkin belum pernah merasakan sakitnya hidup. kalaupun sudah, mungkin gagal mempelajari hikmatnya. Sehingga bukannya menjadi pembelajaran hidup, melainkan menjadi sesuatu yang disombongkan.

“ini tahan tikam!(sambil menunjuk perutnya), begitulah kira-kira cerita sang ibu tentang pacar adik sepupu saya yang sedang konflik mulut dengan tetangga kami. Kata-kata tidak senonoh keluar dari mulutnya. Si tetangga berusaha untuk mengingatkan tutur bahasanya, namun balasannya malah ancaman. “awas jumpa di kota”, begitu kira-kira ancamannya yang lain berikut caci makian.

Memangnya kenapa kalo uda tahan tikam? Trus ada apa di kota? Lidah memang tak bertulang juga tak berotak, jadi ya bebas berkicau tanpa mengindahkan norma kesopanan. Seandainya saya ada saat kejadian, mungkin akan saya tes ucapannya itu dengan sebilah pisau dapur, benar apa tidak. Atau saya ajak runding dulu, mau duel tangan kosong atau Cuma jadi banci kalengan.

Beberapa isu terdengar kalau bocah tengik ini memang anak orang konglomerat, pengusaha koperasi jalanan. Tampangnya sengaja dibuat seram dengan brewoknya yang niru ki joko bodong. Heran kenapa sepupu mau sama dia, mungkin faktor fulus juga. Bagi saya, tipikal yang seperti ini harus dibina. Jadi tidak suka-suka, mentang-mentang anak orang kaya, punya bisnis jutaan, kendaraan fancy, dompet tebal jadi seenaknya maki-maki orang tua.

Teringat beberapa waktu lalu. Ada sekitar tiga orang datang ke rumah membawa alat-alat tumpul dan berniat untuk membunuh si bapak. Telusur punya telusur ternyata suruhan tuan tanah sebelah rumah karena si bapak melarang mereka untuk memotong jalan yang tak sesuai dengan posisi tanah sebenarnya. karena merasa punya uang, punya banyak properti, banyak teman jadi anggar jago. adu ketangkasan pun terjadi. Sebenarnya satu diantara mereka sudah kenal betul kalau si bapak adalah petarung Tako. Merasa mereka sudah kuat, ternyata babak belur dan lari terbirit-birit. Namun sayang, hukum bisa diputar balikkan. Si tuan tanah menyewa pengacara untuk memutar balikkan fakta sehingga keluar surat penahanan untuk si bapak dan si adik yang masih usia sekolah.

Juga pernah terjadi waktu sekolah dulu. Sebuah duel yang mungkin takkan terlupakan. Antara saya dengan seorang teman yang anggar jago. Mentang-mentang dia ketua osis, jadi suka-sukanya berkata kasar dan memaki. Saya tidak terima dan menantang duel si kawan tersebut yang pada akhir duel pulang kerumah untuk mengadu kepada abangnya yang polisi, “katanya”.

Di sini, masih banyak manusia-manusia anggar jago lainnya. Anggar mentang-mentang orang tuanya kaya, anak menteri, anak musisi, anak jenderal, polisi, pengacara, bahkan anggar karena ahli dalam bidang tertentu, beladiri atau kemampuan bahasa. Anggar jago karena sesuatu yang lebih ada padanya. Padahal kata orang diatas langit masih ada langit. Manusia sama adanya dimata sang Pencipta. Mengklaim sesuatu pun sebenarnya kita tak berhak kecuali atas anugerahNya.

Politisi juga banyak yang anggar jago. Mentang-mentang koalisi mereka dominan lantas sesuka hati buat keputusan yang kurang mengindahkan rakyat. Anggar karena merasa paling pintar, paling tau bahkan paling berkuasa. Orang-orang inilah yang menduduki jabatan-jabatan penting yang akhirnya menjadi bumerang bagi rakyat yang berharap tulus akan sebuah perubahan baik.

Jika virus anggar jago ini sudah sangat akut, maka yang terjadi hanya penindasan, sesuka hati, menghisap dan membinasakan. Hingga akhirnya bangsa ini menjadi semakin kering kerontang tanpa perubahan. bagiNya, tak satupun luput dari pandangan dan murkaNya. Sedangkan Sodom dan Gomora habis luluh lantah dalam sekejab, bagaimana dengan kita? Masihkah merasa anggar jago, atau berniat untuk tetap memberi pengaruh baik bagi sesama lainnya? Jika masih anggar jago, nantikanlah waktunya saat hidup termakan oleh anggar tersebut ditambah bonus murka dan karma dari bias tindakan anggar selama ini. Jika pindah haluan untuk memberi pengaruh baik bagi sesama, selamat dan terima kasih, karena masih ada mahluk Tuhan yang cerdas dan berhikmat untuk memberi kontribusi bagi perubahan bangsa ini dan orang-orang di dalamnya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun