Tadi pagi sekitar jam 8 saya pergi ke salah satu pasar di kota Binjai, pasar Tapiv namanya. Saat itu saya menggunakan jasa ojek online demi pertimbangan efisiensi. Jadi otak tak lg cemas memikirkan kondisi kendaraan di lahan parkir liar yang membudaya di provinsi ini.
Sewaktu menelusuri jalan masuk ke pasar tampak seorang pedagang baru membuka dagangannya. Dia bersuara nyaring menjajakan dagangannya demi menarik perhatian massa yg lalu-lalang di depannya.
Ketepatan yang dijualnya adalah barang kebutuhan primer. Waktu itu saya tertarik melihatnya, mendekati si penjual dan mulai memilih mana-mana yang cocok. Proses pilah-pilih cukup lama karena produknya berbagai merk dengan harga pukul rata.
Pembeli mulai berdatangan sementara si penjual masih sibuk bersuara nyaring sambil mengeluarkan isi dagangannya dari karung goni yang dibelakangnya. Saat semuanya asyik dengan kegiatan memilih, bertanya bahkan menawar tiba-tiba muncul seorang pria berlengan panjang dan bertopi rajut memeras si penjual. Konon dia disebut-sebut sebagai preman pasar.
"Sini uang lapak" kata preman itu.
"Uang apa bang? Tadi uda dikasih ke tukang parkir itu" jawab si penjual sambil nunjuk dan memanggil si juru parkir yang dimaksud.
Si premannya ngotot kalo uang itu beda lagi sama dia. Kemudian si jurpar datang menghampiri si preman. Dia berbahasa daerah yang kebetulan saya paham sedikit karena pernah tinggal didaerah tersebut selama 4 bulan.
"Tadi uda dikasih samaku 20ribu untuk uang lapak" kata si jurpar.
"Itu beda lagi" jawab si preman.
Kemudian si jurpar sepertinya mundur tak bertanggung jawab lebih lanjut membela si penjual.
Tinggallah si penjual dan si preman saling berargumen. Si penjual ngotot sudah tak punya kewajiban membayar uang lapak karena sudah diberikan kepada si juru parkir. Sementara si preman ngotot harus kasih lagi ke dia uang lapaknya.