Mohon tunggu...
Jeff Sinaga
Jeff Sinaga Mohon Tunggu... Guru - Suka menulis, olahraga dan berpikir

pendidik, ju-jitsan, learn to stay humble and live to give good impact. :-) follow twitter: @Jef7naga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Resensi Buku: "Menjadi Sekolah Terbaik: Praktik-praktik Strategis dalam Pendidikan"

24 Juli 2014   02:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:25 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul buku : Menjadi Sekolah Terbaik; Praktik-Praktik Strategis dalam Pendidikan

Penulis : Anita Lie, Takim Andriano, Sarah Prasasti

Penerbit : Tanoto Foundation & Raih Asa Sukses

Tahun Terbit : 2014

Tebal Buku : IV+ 188 hlm, ilus; 23 cm

Di era globalisasi saat ini pendidikan memegang peranan penting dalam menghadirkan sumber daya manusia yang berkualitas yang diharapkan mampu membangun bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan berkarakter kuat. Sehingga hubungan yang berbanding lurus antara pengentasan kebodohan dengan kesejahteraan masyarakat akan semakin menjadi realita. itu pun bila kita sebagai pendidik mampu menghadirkan sebuah inovasi pendidikan yang lebih berkualitas untuk para peserta didik kita. Adanya hubungan yang baik antara sistem pendidik, sekolah, guru, peserta didik, orang tua dan masyarakat diharapkan mampu mengiring generasi emas bangsa ini kelak untuk suatu perubahan yang baik dimasa mendatang.

Sebuah buku “Menjadi Sekolah Terbaik; Praktik-Praktik Strategis dalam Pendidikan” memberikan kita informasi dan tips bermanfaat dalam proses pembelajaran dan merupakan suatu acuan kita para pendidik dalam menghadirkan sekolah terbaik itu sendiri pertama sekali dalam diri kita masing-masing, untuk kemudian dinyatakan di sekolah masing-masing. Buku ini merupakan hasil penelitian dan praktik yang dilakukan oleh Penulis bersama dengan Tanoto Foundation yang didirikan oleh Bapak Sukanto Tanoto. Penulis menjelaskan beberapa poin yang terkandung dalam tiga belas bab yang dikemas dalam bahasa yang cukup santai untuk dicerna. Pun dalam penulisan buku ini sepertinya penulis juga menuangkan ide-ide kreatifnya mengenai sekolah terbaik yang juga merupakan hasil praktiknya sendiri dengan Tanoto Foundation dalam memajukan pendidikan Indonesia.

Di sini penulis menempatkan sekolah dengan segala kreativitas para aktornya dan menjadi titik perhatian terpenting dalam upaya pembangunan dunia pendidikan. Sekolah yang belajar dan secara sadar membuat visi, misi, dan melakukan pemindaian lingkungan lalu merumuskan strategi yang egektif serta memulai langkah-langkahnya, meski sekecil apa pun itu dan kendati belum terlihat hasilnya secara cepat adalah jauh lebih bagus dari sekolah “yang beruntung” ketika prestasi bahkan prestise didapat bukan kerana strategi sekolah yang egektif dan secara sadar dibuat.

Secara tersirat, buku ini menyampaikan bahwa semua orang bisa berperan serta dalam memajukan pendidikan. Negara memang wajib menyediakan pendidikan dasar bermutu bagi semua. Akan tetapi, keterlibatan masyarakat dan korporasi dalam dunia pendidikan lebih luas, juga tidak salah. Sebagai ujung tombak pendidikan, pengetahuan dan keahlian yang dimiliki guru belumlah sesuai. Penelitian membuktikan, kualitas seorang guru lebih menentukan untuk pencapaian prestasi peserta didik dibanding rasio jumlah guru dan peserta didik dalan ruang kelas. Banyak guru yang belum mengenal sistem pendidikan yang berpusat pada peserta didik, yakni aktif, kreatif, kooperatif dan menyenangkan.

Sebagai satu dari sedikit pakar pendidikan yang terlibat pembentukan kebijakan pendidikan, penelitian akademis, dan praktik pembelajaran bagi calon guru dan guru, Anita Lie dan timnya memahami jurang di antara ketiga dunia itu, dan memiliki kapasitas untuk menjembataninya. Pola pelatihan Anita Lie dan tim dibagi dalam tiga tahap. Pertama,workshop. Para guru peserta pelatihan diberi pengetahuan mengenai cooperative learning. Kedua, implementasi yang dibuat oleh guru pada tahap pertama. Pada tahap ini, tim pelatih berkunjung ke sekolah-sekolah untuk melihat sejauh mana para guru melaksanakan rencana tindakan kelas. Ketiga, guru-guru peserta pelatihan diminta untuk membagikan pengalaman mereka melalui presentasi penelitian tindakan kelas (PTK). Pola ini dinilai cukup efektif untuk membangun keseriusan dan kesungguhan guru dalam meningkatkan kemampuan dan keahlian diri mereka dalam mengajar.

Sedikit ulasan mengenai bab yang dibahas dalam buku ini adalah mulai dari bab satu hingga bab empat merupakan keterkaitan antara dinamika di bidang pendidikan, tanggung jawab sosial pendidikan, pemetaan kondisi dan posisi sekolah maupun keunikan dan kearifan lokal, adalah sebuah persipan awal untuk menjadi sekolah terbaik. Dimana kita diberikan realita mengenai keterkaitan dinamika dimensi kulural, struktural dan ekonomis di bidang pendidikan. Juga menjelaskan permasalahan pendidikan saat ini yang mencakup kesenjangan sosial, kesenjangan kekuasaan dan otonomi daerah. dalam hal ini penulis menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pendidikan daerah.

Penulis membahas mengenai pemetakan kondisi dan posisi sekolah yang dihubungkan dengan konsep pengukuran kondisi sekolah hasil modifikasi konsep Reeves (2006). Dalam konsep pemetaan tersebut terdapat empat kuadran, yaitu sekolah yang beruntung, sekolah yang kalah, sekolah yang belajar dan sekolah yang memimpin. Penulis menyebutkan bahwa sekolah yang memiliki strategi dan tindakan yang efektif, meski belum disertai tingkat pencapaian hasil yang memuaskan jauh lebih sehat dan menjanjikan dibanding sekolah yang memiliki tingkat pencapaian hasil yang tinggi, tetapi tidak berdasarkan strategi dan tindakan yang dilakukan.

Pada bab lima hingga bab sepuluh penulis lebih menyentuh apa yang saya sebut dengan elemen penggerak dalam memulai sebuah sekolah terbaik. Hal ini tidak luput dari penjelasan penulis mengenai perumusan dan rencana strategis sekolah yang efektif, memberikan gambaran mengenai kepemimpinan kepala sekolah yang transformatif, mengulas manajemen berbasis sekolah yang efektif, tersedianya guru yang berkualitas, profesional, kompeten dan berdedikasi. Penulis dalam bab sembilan juga membahas pentingnya suatu komunitas belajar bagi para pendidik untuk terus memberi kesempatan kepada para pendidik dalam mengembangkan diri dan menjadikan dirinya pembelajar sepanjang hayat. Suatu gagasan ide yang mungkin sangat jarang kita temui di kalangan pendidik.

Pada bab sepuluh penulis menjelaskan bahwa standar pendidikan harus jelas dan bermutu. Hal ini tercermin dalam Standar Nasional Pendidikan, yang oleh penulis menyerukan bahwa sekolah perlu menusun target-target pencapaian standar yang digunakan sebagai acuan serta strategi dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya. Dengan cara ini sekolah bisa mengukur posisinya dalam mewujudkan diri sebagai sekolah yang berkulaitas.

Pada bab sebelas hingga tiga belas, menurut saya penulis berusaha menjelaskan mengenai output dari sekolah (kegerakan dari sekolah itu sendiri), baik memahami kebutuhan peserta didik, bagaimana membangun komunikasi antar Sekolah dan Orangtua peserta didik, dan keeratan peserta didik untuk sekolah berprestasi. Dimana terdapat hal-hal saling mendukung diantaranya adalah kepemimpinan yang mumpuni, guru berkompetensi dan berkomitmen tinggi, kurikulum dan metode pembelajaran yang tepat sasaran, hubungan kemitraan yang baik dengan orangtua serta keanekaragaman sumber belajar.

Kesimpulan saya mengenai buku “Menjadi Sekolah Terbaik” adalah sebuah bacaan yang wajib bagi kita yang bergelut di bidang pendidikan, maupun bagi yang bukan dari bidang pendidikan namun memiliki hati untuk memajukan pendidikan bangsa ini. Sebab terdapat acuan-acuan sederhana dalam memberi langkah untuk terjun ke dalam dunia pendidikan yang sangat memperkaya pengetahuan kita akan hal itu. Pun beberapa contoh nyata yang disajikan oleh penulis dalam buku tersebut adalah merupakan pengalaman tersendiri yang bukan hanya teori dibelakang meja. Setelah membaca buku tersebut, saya mempelajari beberapa hal diantaranya adalah; seorang pendidik memang harus mau mengupgrade diri, peka akan perubahan positif jika ingin menjadi sekolah terbaik. Seorang pendidik juga memang harus memiliki mental pendidik, bukan mental upahan. Dalam artian ketulusan dalam mendidik dan memberi ilmu itu adalah sepanjang hayat, bukan malas-malasan hanya sampai jam-jam tertentu.

Akhir kata, jika setiap kita mampu menghadirkan Sekolah Terbaik untuk generasi bangsa kita ini, maka bukan tidak mungkin terjadi perubahan yang nyata. Sehingga nantinya generasi emas kita memang generasi yang berkualitas. Itu semua dimulai dari diri kita sendiri, sebagai seorang pendidik yang harusnya kreatif dan memberi kebebasan bagi anak untuk mengembangkan dan menggali potensi yang ada pada mereka, dan hal itu semua telah dijelaskan dalam buku ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun