Era digital begitu masiv dirasakan dalam kurang lebih 3 dekade terakhir. Berkembangnya komputer, handphone, serta internet membuka jalur komunikasi yang begitu besar bagi penduduk dunia. Dimulai dari perangkat komputer yang mulai digunakan di awal tahun 1980an sampai dengan perkembangan ponsel dan media sosial di akhir 2000an sampai awal 2010an. Digitalisasi semakin terasa di tahun 2020 lalu saat pandemi covid melanda seluruh penjuru dunia. Perkembangan AI juga terus berjalan dan membantu banyak orang baik dalam pekerjaan maupun para akademisi.
Sebagai seorang mahasiswa saya juga merasaka n banyak manfaat dari AI yang tersedia di Internet, siap dipakai. Aplikasi yang sering saya gunakan adalah ChatGPT yang sangat membantu memberikan referensi buku-buku maupun jurnal. Selain itu, ketika kita perlu ringkasan dari sebuah artikel ataupun jurnal, kita dapat dengan mudah mengupload jurnal ataupun buku yang mau dipakai lalu dia akan menerjemahkan maupun meringkaskannya untuk kita sesuai keinginan kita.
Hal ini tentu memudahkan saya dalam membuat tugas-tugas kuliah maupun belajar di sela waktu yang padat karena sambil bekerja. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah penggunaan AI ini sebenarnya baik untuk membantu akademisi mencari informasi, atau malah mengurangi kemampuan belajar seseorang?
Menurut VOI (2023) dalam artikelnya yang berjudul "Ini 5 Alat AI Membantu Revolusi Pembelajaran dan Penelitian dalam Era Digital", penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia akademis membawa berbagai dampak baik, seperti kemudahan akses informasi dan efisiensi proses penelitian. Beberapa tools dalam AI memungkinkan peneliti menemukan literatur yang sesuai penelitiannya dengan lebih cepat dan akurat. AI membantu mengotomatisasi tugas-tugas administrasi seperti penilaian tugas, transkripsi kelas, hingga manajemen referensi, yang memungkinkan akademisi lebih fokus pada pengembangan materi dan penelitian yang lebih dalam (Kampus Inovatif, 2023).
Namun, AI juga membawa dampak buruk yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah potensi ketergantungan yang dapat mengurangi keterampilan analitis dan kritis mahasiswa dan peneliti. Begitu banyak pilihan aplikasi yang sangat memudahkan dalam pembuatan makalah dan karya tulis, dapat membuat kemampuan menulis para akademisi juga berkurang jika sangat bergantung dengan aplikasi AI tersebut (Deepublish, 2023). Selain itu, ada masalah etika dan keaslian dalam karya ilmiah. Alat seperti GPTZero diperlukan untuk mendeteksi konten yang mungkin dibuat oleh AI, yang menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga orisinalitas karya akademik (Kampus Inovatif, 2023). Risiko privasi juga muncul karena banyak aplikasi AI yang mengumpulkan data pengguna tanpa pengawasan ketat, menimbulkan potensi pelanggaran hak privasi.
Secara keseluruhan, menggunakai AI untuk kalangan akademisi menawarkan banyak kemudahan dan hal baik yang memberikan dampak signifikan bagi perkembangan akademis dan memperluas peluang dalam dunia akademis, tetapi memerlukan kebijakan dan etika yang tepat agar tidak merugikan kualitas pendidikan dan penelitian. Dengan memanfaatkan AI secara bijak dan bertanggung jawab, akademisi dapat menikmati manfaatnya sambil meminimalkan dampak negatifnya.
Perkembangan AI ini telah menciptakan peluang baru tetapi juga menghadirkan tantangan baru untuk menjaga martabat dan kualitas akademik. Institusi akademik di seluruh dunia mulai menetapkan aturan yang mengatur penggunaan AI oleh guru dan siswa untuk mencegah ancaman. Tujuan umum dari aturan ini adalah etika, privasi data, keaslian karya ilmiah, dan penggunaan alat bantu pembelajaran berbasis kecerdasan buatan.
Perlindungan orisinalitas karya akademik dan etika dalam penggunaan AI dilihat menjadi sesuatu yang penting. Institusi akademik menegaskan bahwa baik plagiarisme dan penggunaan AI yang tidak diakui dilarang dalam ranah akademis.Alat parafrase seperti QuillBot atau asisten penulisan berbasis AI harus digunakan dengan bijak dan tidak digunakan untuk menghasilkan karya yang diakui sebagai hasil pribadi tanpa kontribusi yang nyata dari penulis. Turnitin, platform deteksi plagiarisme yang sering digunakan di institusi pendidikan, telah menyediakan pedoman mengenai penggunaan AI dalam pendidikan, mengarahkan para pengajar untuk membantu mahasiswa memahami batasan etis dalam penggunaan AI (Turnitin, 2023).
Privasi data mahasiswa juga menjadi perhatian penting dalam lingkungan akademik yang menggunakan aplikasi berbasis AI. Banyak alat AI, terutama yang berbasis cloud, mengumpulkan data pengguna untuk meningkatkan kinerja atau memberikan umpan balik. Institusi pendidikan seringkali harus mematuhi regulasi seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa atau kebijakan serupa di negara lain untuk memastikan data pribadi mahasiswa terlindungi. GDPR, yang berlaku di seluruh Uni Eropa sejak 2018, merupakan salah satu kerangka hukum yang sangat ketat dalam menjaga privasi data pengguna, termasuk data akademik (European Union, 2018).
Selain itu, beberapa universitas dan organisasi akademik telah merumuskan pedoman khusus untuk penggunaan AI dalam penelitian. Pedoman ini mencakup batasan dalam penggunaan AI untuk analisis data agar hasil penelitian tetap dapat dipertanggungjawabkan. National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine, misalnya, mengeluarkan panduan yang menekankan penggunaan AI yang bertanggung jawab dalam pendidikan dan penelitian, yang mendorong transparansi dan validitas dalam penelitian berbasis AI (National Academies, 2022).