Tazkiyatun nafsi berasal dari dua buah kata yaitu Tazkiyatun dan An-Nafs. Kata Tazkiyahdari kata Zaka yang diberi tambahan huruf kaf, sehingga menjadi Zakka-Yuzakki-Tazkiyatan yang berarti menumbuhkan, mengebangkan, memperbaiki, membersihkan, mensucikan dan menjadikannya jadi baik serta bertambah baik.
An-Nafs bisa berarti diri sendiri, seperti pada kalimat "Ja a Huwa Nafsuhu"' artinya dirinya sendiri yang datang, bukan wakil atau siap dan apa-apanya.Â
Jadi secara etimologis Tazkiyatun nafs berarti : membersihkan jiwa, memperbaikinya dan menumbuhkannya agar menjadi semakin baik serta mengembangkan potensi baik jiwa manusia.
Terdapat 3 tahapan menyucikan jiwa dalam pandangan Said Hawwa.Jiwa manusia dapat dibagi dalam tiga keadaan, yakni annafs al-muthma'innah, an-nafs al-lawwa mah, dan an-nafs la'ammarat bis su'.Dengan menyadari tiga kondisi nafs itu, menurut Said Hawwa, dalam Tarbiyatuna ar-Ruhiyah, maka perlu adanya penyucian jiwa (tazkiyatun nafs). Menurut Said Hawwa, tazkiyatun nafs pada hakikatnya menjauhkan diri dari kemusyrikan, mengakui keesaan Allah SWT, serta meneladani akhlak Rasulullah SAW tercinta.Ada tiga fase yang mesti dilalui, yaitu tathahhur, tahaqquq, dan takhalluq. Tahap pertama berarti memfokuskan hati dan pikiran hanya kepada Allah SWT. Kuncinya adalah dzikir, baik secara lisan, batin, maupun perbuatan.Â
Apa itu An-Nafsul Muthmainnah?
An-Nafs Al-Muthmainnah artinya Jiwa yang Tenang. Inilah jiwa/nafsu yang tenang dan tentram karena senantiasa mengingat Allah.
Lalu apa itu An-Nafsul Lawwamah?
An-Nafs Al-Lawwamah artinya Jiwa yang Suka Mencela. Dalam QS Al-Qiyamah: 2, Allah SWT bersumpah dengan jiwa/nafsu jenis ini: "Dan aku bersumpah dengan an-nafs al-lawwamah."
Jika nafs muthmainnah adalah jiwa/nafsu yang stabil, kokoh, tenang, dan tentram, maka nafs lawwamah adalah jiwa/nafsu yang labil dan goyah, mudah berubah-ubah keadaannya.