Mohon tunggu...
Jeba
Jeba Mohon Tunggu... -

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada atau Pilpahit

14 Agustus 2012   01:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:49 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13449084071525073438

Rasanya MURI harus mencatat PILKADA DKI kali ini karena PILKADA kali ini menorehkan sejarah baru baik mengenai jumlah tulisan, jumlah berita,  fenomena calon impor, bahkan rumah ibadah yang menjadi korban kepentingan.

Apakah ini karena seorang Jokowi yang menjadi calon atau kegairahan masyarakat Jakarta terhadap pesta demokrasi?  Jawabnya nanti dilihat Pilkada berikut!

Tidak berlebihan jika Pilkada kali ini akan menjadi sejarah bagi IBU KOTA Negara. Saat ini komponen masyarakat telah terbagi dua. Boleh dikata ELIT dan Rakyat. Elit oleh Gubernur dan Rakyat oleh penantangnya Jokowi. Barisan Partai yang mengusung Gubernur Fauzi semakin menegaskan hal itu.  Kita tidak tahu kenapa PKS harus mengulur waktu menetapkan pilihannya. Orangpun mulai sangkutpautkan dengan tawar menawar. Memang dalam politik hal itu lumrah. Menjadi tidak lumrah jika sampai idealism partai dikorbankan. Niat PKS  merubah Jakarta terlihat pada penempatan  seorang Hidayat Nur Wahid mantan Ketua MPR harus turun gunung. Apa yang terjadi, niat awal dilupakan.  PKS mengalihkan pilihan pada Fauzi  yang berarti kontra dengan apa yang diniatkan. PKS tentu belum lupa kekalahan dari Fauzi periode lalu dan PKS pasti belum lupa pernah di’keroyok’ Fauzi. Orang pun mulai berpikir, kunjungan Jokowi tidak membawa hasil, tapi lobby  Tim Fauzi menohok langsung jantung PKS. Ada deal apa? Who Knows?  Fenomena ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa partai telah terjebak pada pragmatisme kekuasaan. Apapun caranya yang penting tujuan tercapai. Pragmatisme pasti mengorbankan idealism apalagi etika. Samimawon dengan partai lain yang menyusul kemudian.  Logika berpikir sangat mudah. Jika orang yang tadinya memusuhi kita kemudian berubah membela sebegitu drastis maka tentu ada imbal baliknya bukan? Anda bisa bayangkan kepentingan lebih besar dipertaruhkan pada deal-deal kepentingan partai.  Yang berbeda tapi lebih bulus hanyalah GOLKAR. Setelah sampaikan dukungan kepada Fauzi, ELIT Golkar buru-buru keluarkan pernyataan bahwa itu hanyalah suara DPD bukan suara Golkar secara keseluruhan. Meskipun warna kuning jelas tetapi GOLKAR sejak dari rencana kenaikkan BBM selalu memasang warna abu-abu. Tidak jelas tapi tujuannya sama. Jika Fauzi menang maka mereka sudah mendukung, jika Jokowi menang maka mereka juga mendukung.

Mari lihat dari sisi kedua calon. Satu Calon sangat kuat keinginan untuk berkuasa yang satu sangat kuat keinginannya untuk mengabdi. Pernyataan-pernyataan dari kedua orang tersebut jelas terlihat mana yang ingin berkuasa dan mana yang ingin mengabdi. Ada dua hal mendasar dari dua aspek ini. Kekuasaan cenderung menggunakan segala cara untuk mendapatkannya sedangkan mengabdi tergantung dari kesempatan yang diberikan. Keinginan untuk berkuasa menempatkan orang tersebut pada cara-cara yang kurang santun, tendensius dan cenderung melanggar aturan. Memanfaatkan situasi dan kesempatan termasuk keramahan situasional. Meskipun tidak duduk dalam kekuaasaan maka sifat dari pengabdi akan tetap. Sangat berbeda dengan orang  memiliki niat untuk berkuasa. Orang yang ingin berkuasa akan sangat kecewa jika gagal sedangkan orang yang ingin mengabdi biasa saja.

Bila orang yang ingin berkuasa, didukung oleh berbagai partai besar tentu memiliki potensi yang sangat besar untuk menang. Tapi ingat, kemenangannnya memiliki konsekuensi yaitu memperhatikan kepentingan pendukung. Aspek tersebut menjadi kosekuensi logis dibanding kepentingan masyarakat banyak.

SBY awalnya mendapatkan simpati rakyat tetapi kemudian berubah menjadi bahan hujatan. Kenapa? Karena kepemimpinan SBY selalu terbentur pada kepentingan partai-partai.  Lamanya penentuan kabinet saja sudah lama apalagi mau memutuskan kebijakan-kebijakan strategis bangsa. Tidak cukup sampai disitu keinginan hati memperkuat kedudukan dengan SETGAB semakin membuat beliau terkungkung pada berbagai kepentingan. Akhirnya yang diurus adalah koalisinya bukan rakyatnya. Tidak heran banyak konstituen  yang tadinya berikan hatinya justru menjadi penghujat. Pemimpin yang berusaha meraih koalisi dari partai akan terjebak pada kepentingan partai. Tapi itu lah manisnya jabatan yang  didukung partai. Hirupnya enak ampasnya pahit.

Selalu saja rakyat hanya dilirik pada saat kampanye tetapi selesai pesta, rakyat jadi objek kekuasaan. Apakah dengan Fauzi terpilih akan lebih baik? Saya tidak yakin karena beliau akan berhadapan dengan tagihan pendukung, billing janji, dan lembaran kesepakatan dengan partai. Praktek dagang sapi glondongan sekalipun akan mewarnai perjalanan jabatannya. Mau Tanya, kepentingan rakyat? Maka anda telah berada pada tempat yang sudah berubah sama sekali. Tidak ada senyum . Buka Google dan lihat sendiri tindakan serta reaksi kepemimpinan di periode lalu  pada saat berhadapan dengan masyarakat yang mengeluh. Lalu kita juga melihat apa yang dilakukan calon penantangnya. Sehingga kita tidak terjebak pada wilayah kekuasaan. Ada baiknya jika kita terjebak wilayah pengabdian. Jangan sampai untuk Jakarta lebih baik,  hanya  jelas terlihat  setiap menjelang lebaran ada galian dipinggir jalan.

Peta pertarungan saat ini telah berubah sama sekali.  Loyalitas karena modal dan loyalitas karena relawan. Pertarungan Elit politik dan rakyat. Pertarungan antara raksasa dan liliput. Pertarungan antara status quo dan keinginan untuk berubah. Dan kita berada didalamnya menjadi faktor penentu. Jangan sampai PILKADA ini menjadi PILPAHIT yang mesti ditelan meskipun raga tidak sakit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun