Coba lihat saja pakaian yang dia kenakan, sederhana. Make up juga biasa saja. Bahkan anak-anak jalanan bisa bicara langsung dengan dia. Pelacur apalagi. Pelacur bisa sharing langsung dengan dia dan walikota ini juga mau nongkrong di tempat begituan. Merek pakaian, perhiasan dan pakaian kebesaran tidak menunjukkan dia sebagai seorang pejabat tinggi yang memimpin satu kota besar.
Dia juga tidak bisa dibanggakan pelaku bisnis yang ingin berinvestasi maruk sehingga beberapa rencana besar yang sesuai ‘keinginan pasar’ ditolak mentah-mentah demi membela kepentingan rakyatnya.
Dia juga tidak bisa dibanggakan sesama pejabat karena tidak bisa  diajak negosiasi kolusi, prosentase komisi, proyek  dan kepentingan lainnya. Saking tidak dapat dibanggakan oleh sesama pejabat maka wakil rakyat yang harusnya mewakili rakyat,  tidak melibatkan dia untuk pemilihan wakil walikota (http://www.tempo.co/read/news/2014/01/29/078549431/Naiknya-Wakil-Wali-Kota-Surabaya-Tak-Prosedural). Ibu Walikota ini tidak dapat dibanggakan oleh sesama politisi elit yang memperjuangkan kepentingan mereka.
Dia juga terlalu mau tahu dan selalu menyelesaikan semua masalah dengan cepat tidak ditunda. Terlalu sering jalan bahkan mau mengatur lalu lintas yang terjebak macet. Benar-benar tidak menunjukkan wibawa seorang pejabat jumawa. Ini sangat mempermalukan laki-laki pada umumnya. Oleh sebab itu tidak dapat dibanggakan oleh laki-laki yang harusnya lebih bertanggung jawab.
Dari segi perkembangan model dan kemasyuran seorang wanita, ibu Risma juga tidak pernah wara-wiri di pusat perbelanjaan terkenal apalagi memiliki jadwal belanja di luar negeri. Tidak mau kongkow atau paling tidak arisan dengan ibu pejabat lain sehingga membanggakan  diri sebagai wanita terhormat. Untuk dikenal dan terlihat amanah, ibu ini juga jarang foto-foto, undang wartawan dan tidak ngurusi sosial media seperti facebook fan, twitteran apalagi instagram.
Dia juga seringkali melupakan kepentingan keluarga tapi mau menangis memikirkan kepentingan kota. Ya, tidak membanggakan. Bukankah saat yang tepat memikirkan kepentingan keluarga agar setelah tidak menjabat nanti sudah ada dinasti yang meneruskan kekuasaan. Walikota ini hanyalah seorang ibu rumah tangga yang mau bekerja dengan tulus serta bertanggung jawab sebagai seorang walikota. Tapi di negeri ini  seorang yang tulus  memiliki musuh yang selalu siap menerkam.  Binatang buas saja mati di KBS demi kepentingan yang seliweran di atasnya. Ini Surabaya Man! Pilkada Gubernurnya saja  kontroversi, karena ‘terkaman-terkaman’ kepentingan.
Terlalu sulit orang yang tulus dan jujur dapat berkiprah lama dikancah politik Indonesia. Seperti butir pasir  yang dilemparkan pada putaran gasing terlempar keluar dari sistem yang bobrok dan palsu dengan kepentingan mengatas namakan rakyat padahal rampok yang duduk di kursi roda pemerintahan.
Tidak ada yang dapat dibanggakan pada Ibu walikota Surabaya jika dilihat dari kepentingan busuk politisi dan kemewahan kolusi. Tidak dapat dibanggakan kota lainnya karena Surabaya telah menyabet berbagai penghargaan yang tadinya tidak mungkin diperoleh kota ini.
Lebih tidak membanggakan  apabila rakyat terus diam, dan tidak ada yang berdiri dibelakang orang-orang seperti  ini dalam  menghadapi musuh setiap hari seorang diri. Musuh yang mengatasnamakan wakil rakyat terhormat  (mungkin tidak semua).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H