Mohon tunggu...
Jeannita Risakotta
Jeannita Risakotta Mohon Tunggu... -

Full time employee in one of FMGC in Indonesia yang berusaha memaksimalkan jatah cuti setahun demi hobby jalan-jalan dan menikmati pengalaman kuliner daerah yang dikunjungi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Berat Badan or Self Image?

28 Juli 2015   18:54 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:08 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tiba-tiba ada pesan Line yang masuk, "loe mau ikutan catering diet gak bareng gue minggu depan?"

Catering diet? kayak apa sih menunya? karena penasaran saya pun ikut-ikutan browsing informasi catering diet tersebut. Menu nya lumayan sederhana, namun harganya cukup mahal untuk ukuran kantong saya. Apalagi posisi kantor saya yang berada di "planet lain" turut memberikan andil yang signifikan mendongkrak total harga karena alasan tambahan ongkos kirim.

Ternyata akhir-akhir ini, bisnis catering diet semakin menjamur di ibukota sejalan dengan meningkatnya animo masyarakat akan kesadaran hidup sehat dan berpenampilan postur tubuh yang sempurna. Just trying google diet mayo, catering diet, banyak banget bertebaran informasinya. Iming-iming, pengurangan berat badan yang cukup significant di akhir program yang bisa berjalan antara 10-14 hari. Dan setelah itu apa yang terjadi? back to normal eating pattern or continue the good habbit?

Rata-rata pengamatan beberapa rekan yang mengikuti diet catering, mereka berhasil menurunkan berat badan cukup signifikan. Bahkan ada yang sampai menyusut 5 kg di akhir program. Namun, semacam efek yo-yo, hal tersebut tidak bertahan lama. Salah satu rekan saya bahkan mengalami kenaikan berat badan melebihi berat sebelum diet. Terus...itu duit jutaan buat catering serasa dibuang percuma?

Sebenernya untuk saya pribadi, pilihan diet catering bisa menjadi alternatif bagi mereka yang tidak memiliki waktu mempersiapkan makanan dengan porsi dan gizi seimbang. Setelah program selesai, diharapkan pola makan yang baru tetap dilanjutkan. Namun yang terjadi, setelah program selesai, waktunya balas dendam dimulai. Kebiasaan makan yang lama muncul kembali, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Akibatnya penurunan berat badan tidak bertahan lama, yang terjadi malah kenaikan berat badan.

Saya sempat merasakan gak enaknya overweigt. Milih baju, boro-boro sempat milih model, yang penting ditanya dulu "ada gak ukurannya?" sampai setahun yang lalu, saya memutuskan merubah pola hidup (baca: merubah aturan makan dan porsi olahraga). Target saya gak muluk-muluk, yang penting saya mencapai berat badan normal sesuai standard BMI (Body Mass Index). Slowly but sure, sebulan rata-rata saya turun 1-2 kg. Udah senang banget...!! Lambat yang penting ada progress nya. Saya malah memutuskan untuk mempersiapkan lunch box dari rumah. Bukan karena mau irit, tapi lebih utama soal kualitas makanan dan porsi nya. Agak repot juga awalnya. Mulai lagi rutin belanja bahan makanan, terutama bahan makanan organic dan memasak sepulang kantor sehingga besok paginya tidak terlalu terburu-buru. Emang sih...benar yang dibilang sebagian orang. Nurunin berat badan bukan sekedar short term goal, namun merubah pola hidup dan kebiasaan. Saat ini, saya masih berusaha maintain berat badan ideal namun kebiasaan baik yang sudah dibentuk harus tetap dilanjutkan.

Kembali ke urusan diet teman saya, saya sempat menanyakan, "kenapa sih harus pakai special diet catering?" alasannya dia mau pre-wedding photo session 2 minggu lagi. Well...5 kg down within 2 weeks seems quite aggresive! Lagian untuk saya pribadi, porsi tubuhnya tidak terlalu overweight, kenapa gak diatur saja angle foto nya? atau...apa guna nya photoshop kalau tidak bisa dipakai untuk editing foto? Kembali lagi, bukan masalah berat badan yang menjadi concern utama, tapi masalah self image. Kita selalu membandingkan hasil foto kita dengan foto model yang mana lebih tinggi, lebih langsing dan lebih putih.

Gak bakalan habis-habisnya urusan, kalau kita tetap membandingkan diri kita dengan yang lain. Just be yourself!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun