Ketika pertama kali memutuskan mencalonkan diri menjadi anggota legislatif pada awal tahun 2009 lalu, sebenarnya saya belum terlalu memahami 'belantara' seperti apa yang akan saya masuki. Yang saya tau, 'image' anggota legislatif tidaklah terlalu baik, apalagi saya pernah mempunyai pengalaman yang tidak mengenakkan dengan beberapa anggota DPRD Kota Depok, ketika saya masih menjabat sebagai manajer humas di sebuah perusahaan multinasional di Depok.
Namun saya menyadari, menjadi penonton di pinggir lapangan tentunya tidak sama dengan menjadi pemain dan mencetak gol di dalam arena. Ketika saya kritis terhadap peran legislatif, disaat yang bersamaan saya tertantang untuk ikut terjun di dalam lembaga ini.
Terlebih ketika saya menyadari, bahwa dengan 'masuk' ke dalam sistem pemerintahan, saya akan mempunyai kesempatan untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan dan kemajuan kota Depok, kota yang sudah saya tinggali selama lebih dari tiga dekade ini.
Walaupun nantinya kontribusi itu dinilai kecil, tentunya tetap akan lebih baik daripada hanya sekedar menjadi 'pengamat' ataupun 'komentator' yang bisanya hanya mengkritisi, tanpa berbuat sesuatu yang nyata.
Ketika akhirnya terpilih menjadi anggota legislatif di DPRD Kota Depok periode 2009-2014, saya terus belajar dan beradaptasi dengan lingkungan baru ini. Setelah terpilih, seorang anggota legislatif langsung bekerja. Langsung mengadakan rapat-rapat kerja dengan Pemerintah, langsung menerima aspirasi dari masyarakat yang disampaikan dengan cara audiensi ataupun demo, dan juga langsung menjalankan fungsi anggaran (membahas perencanaan dan evaluasi APBD), fungsi legislasi (terlibat dalam Pansus perumusan Perda) dan fungsi pengawasan (mengawasi jalannya roda Pemerintahan dan kinerja para Dinas).Â
Untuk menjadi anggota legislatif itu tidak ada sekolahnya. Kami dituntut untuk langsung bisa memahami fungsi dan beradaptasi. Sayapun memilih topik Tesis S2 mengenai Fungsi Representasi Anggota Legislatif ketika menjalani studi Magister di Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia tahun 2010. Hal itu saya lakukan, tidak lain adalah karena saya ingin terus mencari pemahaman mengenai peran dan fungsi dari tanggung jawab yang saya emban ini.
Walaupun pada tahun 2014 saya memutuskan untuk tidak kembali mencalonkan diri karena sedang fokus menyelesaikan studi S3, saya tetap melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan dengan mendirikan Rumah Pemberdayaan, sebuah wadah tempat saya berkarya di bidang kesejahteraan anak dengan menjadi narasumber dan konsultan kebijakan Kota Layak Anak serta mendampingi kasus-kasus kekerasan anak.
Kini ketika memutuskan untuk kembali berlaga di dunia politik dengan menjadi Calon Legislatif DPRD Provinsi Jawa Barat, saya merasa lebih siap bila dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Saya berniat masuk Komisi 5, Bidang Kesejahteraan Rakyat, yang meliputi Pendidikan, Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan, Sosial, Agama, Ketenagakerjaan, Kebudayaan, Penanganan Anak Terlantar dan Penyandang Cacat, Pemuda dan Olahraga.Â
Bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas keterwakilan perempuan di DPRD Provinsi Jawa Barat - agar tercipta kebijakan yang ramah dan sensitif terhadap kepentingan perempuan dan anak - saya memiliki visi yang sejalan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu 'Jabar Juara Lahir Bathin' -- melalui pembangunan sumber daya manusia dengan akselerasi implementasi dan peningkatan kinerja kebijakan Kota Layak Anak di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat dengan Pengarusutamaan Hak Anak.
Bila bicara mengenai membela hak-hak anak, terutama hak pendidikan, saya juga akan memperjuangkan kesejahteraan guru, termasuk guru honorer. Saya menganggap kesejahteraan guru adalah salah satu faktor utama dalam pemenuhan hak pendidikan anak yang berkualitas.Â
Selain itu saya juga akan memperjuangkan peningkatan anggaran BPMU (Bantuan Pendidikan Menengah Universal) baik untuk sekolah Negeri maupun Swasta; menambah RKB (Ruang kelas Baru) terutama di SMA dan SMK Negeri Kota Depok agar peserta didik yang ditampung bisa lebih banyak lagi.Â