Mohon tunggu...
Jeanne Noveline Tedja
Jeanne Noveline Tedja Mohon Tunggu... Konsultan - Founder & CEO Rumah Pemberdayaan

Jeanne Noveline Tedja atau akrab dipanggil Nane adalah seorang ibu yang sangat peduli dengan isu kesejahteraan anak dan perempuan, kesetaraan gender, keadilan sosial, toleransi dan keberagaman. Kunjungi website: https://jeannenovelinetedja.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu, Fondasi Sebuah Bangsa

22 Desember 2017   08:03 Diperbarui: 22 Desember 2017   09:04 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hak-hak perempuan telah diperjuangkan sejak abad 18 oleh kaum feminis. Namun secara juridis hak perempuan di bidang ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik baru diakui dunia internasional pada Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita yang diinisiasi oleh PBB tahun 1979. Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut tahun 1984 dan berkewajiban untuk melaksanakannya. Sejak saat itu isu kesetaraan gender (kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan) semakin marak disuarakan oleh kaum perempuan. 

Dewasa ini kita melihat semakin banyak kaum perempuan memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi; terlibat dalam kehidupan politik maupun kegiatan ekonomi. Rasanya hampir mustahil dewasa ini kita menemukan seorang anak perempuan yang bercita-cita menjadi ibu rumah tangga. Menjadi perempuan yang berdaya, memiliki karir diluar rumah dan membantu perekonomian keluarga tentulah sangat positif. Namun banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa keberadaan mereka diluar rumah untuk berkarir berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak-anaknya.  

Menurut sebuah penelitian, anak-anak usia 0 s/d 5 tahun yang ibunya bekerja dalam jangka waktu panjang, cenderung memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah, risiko pengangguran lebih besar sebagai orang dewasa, dan risiko tekanan psikologis yang lebih besar. Begitu pula dengan kelompok anak usia remaja dimana pada masa ini mereka mengalami peralihan dari anak memasuki usia remaja sehingga kehadiran ibu sangat dibutuhkan dalam mendampingi mereka melalui masa tersebut.

 Anak-anak di kelompok usia ini mudah terpengaruh dengan lingkungan negatif bila tidak mendapatkan perhatian, pengawasan dan bimbingan yang tepat dari orangtua, terutama ibu. Banyak kita temui kasus remaja yang curhat di medsos berujung dengan penculikan dan pemerkosaan oleh para pedofil yang memang mengincar anak-anak perempuan usia remaja yang kurang perhatian dan kasih sayang di rumah. Hal ini tentu sangat memprihatinkan dan membuat kita memikirkan ulang dampak perempuan yang berkarir diluar rumah bagi tumbuh kembang anak.

Saya jadi teringat pernah membaca sebuah buku dimana dikatakan bahwa bila ingin menghancurkan sebuah Negara, maka hancurkanlah tatanan keluarga dengan cara meremehkan peran ibu sehingga kaum perempuan merasa malu bila hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Bila kaum perempuan berlomba-lomba mengejar ambisinya untuk bekerja diluar rumah, bisa dibayangkan dampaknya bagi anak-anak generasi penerus bangsa bukan? Anak-anak akan tumbuh tanpa perhatian dan bimbingan seorang ibu, beresiko terlibat dalam kekerasan seksual, prostitusi remaja, tawuran pelajar, tidak percaya diri dan berprestasi rendah. 

Bagaimana anak-anak ini dapat menjadi orang dewasa yang tangguh nantinya? Padahal tantangan globalisasi semakin berat, persaingan sumber daya manusia semakin ketat dan pengaruh negatif dampak perkembangan tehnologi semakin besar. Bagaimanapun, teori feminis mimiliki kelemahan karena dianggap terlalu menggeneralisasi karakter yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki, padahal tentu saja keduanya memiliki karakter, peranan, dan kodratnya masing-masing.  Tulisan saya ini bertujuan untuk mengingatkan kaum perempuan bahwa tugas utama mereka adalah sebagai pendidik pertama anak-anaknya. 

Perempuan diberikan keistimewaan oleh Sang Pencipta untuk mengandung dan melahirkan serta menyusui anak-anak yang lahir dari rahim mereka. Tentunya siapapun tidak bisa menentang kodrat ini. Perempuan pulalah yang menjadi sekolah pertama bagi anak-anak, mengajarkan mulai dari cara berbicara, berjalan, sampai mengajarkan nilai-nilai luhur, budi pekerti, ahlak dan moral yang baik, sebagai bekal menjadi orang dewasa yang tangguh, SDM yang memiliki kualitas tinggi sebagai modal bangsa.

Saya ingin mengajak semua perempuan menyadari bahwa setiap kita memiliki tanggung jawab terhadap bangsa dan negara untuk melahirkan, membesarkan, dan mendidik generasi penerus bangsa yang kelak akan meneruskan perjuangan para pendiri bangsa dalam membela kedaulatan negara, menjaga martabat dan kehormatan bangsa, mempertahankan NKRI, melestarikan nilai-nilai luhur yang diwarisi para pejuang kemerdekaan serta terus berprestasi mengharumkan nama bangsa.  

Bila semua perempuan memiliki kesadaran bahwa menjadi seorang ibu yang berpendidikan - yang mengerahkan pikiran, waktu, tenaga dan hatinya demi pertumbuhan anak-anak mereka adalah lebih mulia, daripada mengejar ambisi untuk berkarir diluar rumah - tentunya negara tidak akan mudah dihancurkan.

Desember 22, 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun