Mohon tunggu...
Jeanne Noveline Tedja
Jeanne Noveline Tedja Mohon Tunggu... Konsultan - Founder & CEO Rumah Pemberdayaan

Jeanne Noveline Tedja atau akrab dipanggil Nane adalah seorang ibu yang sangat peduli dengan isu kesejahteraan anak dan perempuan, kesetaraan gender, keadilan sosial, toleransi dan keberagaman. Kunjungi website: https://jeannenovelinetedja.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru "Zaman Now"

5 Desember 2017   10:17 Diperbarui: 5 Desember 2017   10:27 2382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://melhyza.files.wordpress.com

Membaca berita mengenai siswi kelas X - SMAN 3 Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan yang dikeluarkan dari sekolah akibat melaporkan  seorang guru ke polisi karena mencubit dirinya (berita: Siswi Korban Cubitan Guru dikeluarkan dari Sekolah, liputan6.com, diakses pada 4 Desember 2017), sungguh membuat saya terusik. Bukan saja karena siswi tersebut dikeluarkan dari sekolah, namun juga karena pihak keluarga akhirnya mencabut laporan tersebut. 

Selain kasus tersebut, beberapa tahun terakhir kita sering membaca atau mendengar kasus guru yang dilaporkan ke polisi karena memberikan hukuman fisik bagi murid-muridnya. Banyak pihak yang merasa tidak setuju apabila guru dilaporkan ke polisi, karena menurut mereka tindakan yang dilakukan guru tersebut adalah untuk memberikan pelajaran bagi murid-murid agar disiplin. 

Menurut saya justru sebaliknya. Guru yang suka memberikan hukuman kekerasan baik fisik maupun verbal seperti pukulan, tamparan, cubitan ataupun berbicara kasar, membentak, mengancam dan mempermalukan murid, adalah guru yang tidak memahami bagaimana cara yang benar mendidik murid-muridnya. 

Semua guru seharusnya menyadari bahwa sekarang sudah ada UU No.35 Tahun 2014 (revisi atas UU no. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak) yang melindungi anak secara hukum dari segala bentuk kekerasan. Artinya bila dulu guru bisa seenaknya memukul atau mencubit murid dan tidak ada yang melaporkan-- itu karena dulu belum ada peraturan / hukum yang mengatur. Akibat kekosongan hukum itulah dahulu kekerasan di dunia pendidikan (sekolah) dianggap lumrah. 

Seharusnya semua guru juga diberikan pemahaman bahwa Pemerintah telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan Keputusan Presiden No.36 Tahun 1990 yang artinya semua anak dijamin oleh Negara untuk bebas dari segala bentuk kekerasan. Guru-guru sepatutnya memahami bahwa mencubit, memukul, menendang, membentak secara kasar, dll adalah bentuk-bentuk kekerasan. 

Seharusnya semua guru mengetahui bahwa banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk mendidik anak agar disiplin. Saya yakin masih banyak guru yang dengan sabar dan tidak menyerah mendidik anak-anak didiknya yang bandel, yang melanggar tata tertib sekolah dengan penuh kesabaran, mengajarkan nilai-nilai, ahlak dan budi pekerti luhur serta memberikan contoh perilaku yang baik - yang sesuai dengan tujuan pendidikan. 

Guru jaman now, harus beradaptasi dengan perkembangan jaman, dan tidak terpukau dengan masa lalu. Mereka harus terus tumbuh, membekali diri dengan kompetensi dan ketrampilan, dan selalu berkomitmen untuk memenuhi hak-hak anak. Guru jaman now seharusnya menyadari bahwa melakukan kekerasan terhadap anak, selain merupakan perbuatan melanggar hukum, juga merupakan tindakan yang tidak efektif dan kreatif dalam mendisiplinkan anak. 

Guru jaman now seharusnya membuka mata dan hati mereka sehingga mereka sadar bahwa mereka sedang menyiapkan generasi baru; menyiapkan masa depan bangsa. Guru jaman now adalah guru yang kreatif, inovatif, penuh semangat, empati, dan luwes berperan sebagai fasilitator. Menurut sosiolog, filsuf, dan kepala peneliti di National Centre for Scientific Research (CNRS), Edgar Morin, tugas guru yang paling fundamental pada abad XXI justru menyiapkan anak agar siap menghadapi realitas kehidupan yang kian kompleks dan serba tidak jelas. 

Dunia pendidikan saat ini, khususnya guru, tidak mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang utuh. Tidak juga diajarkan untuk memahami hubungan antar individu yang justru penting untuk menekan konflik dan perpecahan yang kian sering terjadi. Materi ajar yang dipelajari di sekolah seakan terlepas dan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari anak. 

Guru yang tak kritis dan tak kreatif akan lebih memilih cara mudah mengajar di depan kelas, menyampaikan informasi saja tanpa membuka kesempatan diskusi dengan murid. Murid hanya diminta menghafalkan materi ajar lalu diujikan. Tidak ada proses mengolah informasi, menggali lebih dalam, dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.

Tentunya hal ini menjadi tantangan bagi para guru. Saya, seperti tentunya semua orang tua di negeri ini sangat menaruh harapan besar pada para guru. Presiden Jokowi dalam sambutannya pada peringatan Hari Guru Nasional (HUT PGRI ke-72) di Bekasi pada tanggal 2 Desember 2017 lalu, menyampaikan harapannya agar para guru memanfaatkan momentum ini untuk berbenah, sebab guru sangat berperan dalam menentukan masa depan bangsa. Yuk, jadi guru jaman now!(

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun