Mohon tunggu...
Jeanne Noveline Tedja
Jeanne Noveline Tedja Mohon Tunggu... Konsultan - Founder & CEO Rumah Pemberdayaan

Jeanne Noveline Tedja atau akrab dipanggil Nane adalah seorang ibu yang sangat peduli dengan isu kesejahteraan anak dan perempuan, kesetaraan gender, keadilan sosial, toleransi dan keberagaman. Kunjungi website: https://jeannenovelinetedja.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stop Kekerasan terhadap Perempuan

28 November 2017   13:37 Diperbarui: 28 November 2017   13:52 2118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahun dunia internasional melakukan kampanye '16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan', terhitung mulai tanggal 25 November (yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan) sampai dengan tanggal 10 Desember (Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional). Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Kampanye ini merupakan gerakan internasional untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia yang dimulai pada tahun 1991, diinisiasi oleh Women's Global Leadership Institute dan disponsori oleh Center for Women's Global Leadership di Rutgers University.

Hasil kajian Komnas Perempuan menemukan, sepanjang tahun 2002 s.d 2012 (10 tahun) sedikitnya 35 perempuan Indonesia (termasuk anak perempuan) menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya. Artinya, setiap 2 jam ada 3 perempuan Indonesia (termasuk anak perempuan) yang menjadi korban kekerasan seksual (sumber: Catatan Tahunan Komnas Perempuan).

 Hasil pemantauan Komnas Perempuan menunjukkan ada 15 jenis kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di Indonesia, yaitu perkosaan, intimidasi/ serangan bernuansa seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, kontrasepsi/sterilisasi paksa, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, dan kontrol seksual termasuk aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Dari 15, hanya 9 jenis kekerasan seksual yang masuk kategori pidana. 

Saat ini Pemerintah bersama DPR sedang menggodok RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan didorong untuk segera disahkan sebagai Undang-undang yang berkualitas. Undang-undang ini mengakomodasi kepentingan korban dan mengatasi berbagai hambatan yang selama ini dialami korban dalam Sistem Peradilan Pidana.

Jumlah kekerasan terhadap perempuan di Indonesia sejak 2011-2015 memperlihatkan tren yang meningkat. Pada 2011, jumlah kekerasan terhadap perempuan tercatat berjumlah 119.107 kasus dan meningkat hingga mencapai 321.752 kasus pada 2015. Pada 2016, jumlahnya menurun menjadi 259.150 kasus (sumber: tirto.id). Kekerasan terhadap perempuan ini paling tinggi terjadi di ranah personal. Artinya, pelaku adalah orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacaran) dengan korban. Yang menyedihkan, sejak 2011, jumlah anak sebagai pelaku kekerasan meningkat dari 123 anak menjadi 561 anak pada 2014. Artinya harus ada kebijakan mengenai tindakan pencegahan sejak dini yang  seyogyanya menjadi agenda pemerintah.

Intervensi pencegahan yang dapat kita lakukan dalam ranah domestik (lingkungan keluarga) adalah mendidik anak-anak kita, baik laki-laki maupun perempuan. Ciptakan kesadaran kepada anak-anak bahwa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan itu nyata dan jumlahnya semakin meningkat. Kepada anak laki-laki, tanamkan kesadaran moral kepada mereka bahwa perempuan bukanlah objek, melainkan insan manusia yang harus dihormati, dihargai dan dilindungi. Bahwa melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan sama dengan menyakiti mahluk ciptaan Tuhan dan itu dosa. 

Ajari mereka sejak dini untuk memperlakukan adik / kakak perempuan, serta teman dan kelak istri mereka dengan sebaik-baiknya. Kepada anak perempuan, tanamkan kesadaran bahwa perempuan sering menjadi korban kekerasan, oleh karena itu minta kepada mereka agar selalu waspada dan menjaga diri, serta menjaga pergaulan. Kebanyakan korban kekerasan seksual yang masih usia anak tidak memahami bagian tubuh mereka yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. 

Karenanya berikan mereka pemahaman mengenai bagian-bagian tubuh mana yang tidak boleh dilihat dan disentuh orang lain termasuk ayahnya. Anak perempuan juga harus kita didik untuk tidak mengeksploitasi tubuh mereka. Ajari mereka untuk berpakaian yang baik dan sopan ketika keluar rumah. Bimbingan dan pengawasan dari orang tua khususnya ibu, sangat dibutuhkan, untuk mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan sejak dini.

Jnt, 28 Nov 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun