Mohon tunggu...
Jeanne Noveline Tedja
Jeanne Noveline Tedja Mohon Tunggu... Konsultan - Founder & CEO Rumah Pemberdayaan

Jeanne Noveline Tedja atau akrab dipanggil Nane adalah seorang ibu yang sangat peduli dengan isu kesejahteraan anak dan perempuan, kesetaraan gender, keadilan sosial, toleransi dan keberagaman. Kunjungi website: https://jeannenovelinetedja.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Didiklah Anakmu Sesuai Jamannya

13 Oktober 2016   22:00 Diperbarui: 13 Oktober 2016   22:07 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari lalu dalam sebuah acara seminar dan diskusi mengenai kesejahteraan anak, ada seorang bapak yang menyampaikan kekhawatirannya tentang dampak negatif media sosial di internet terhadap tumbuh kembang anak.  Bapak tersebut mengatakan tidak mungkin orang tua mengawasi anak-anaknya selama 24 jam, termasuk mengawasi informasi apa saja yang diakses anaknya melalui internet dari smartphonenya. 

Sehingga dia mengatakan alangkah baiknya bila Pemerintah melarang penggunaan facebook dan sosial media lainnya seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Negara Saudi Arabia, Korea Utara dan Bangladesh misalnya; serta menutup situs-situs porno yang beredar di internet, agar anak-anak terbebas dari dampak negatif penggunaan internet, atau secara khusus, penggunaan media sosial.

Tantangan yang dihadapi anak-anak jaman sekarang memang jauh berbeda dibandingkan dengan tantangan yang dihadapi oleh anak-anak yang lahir 30-40 tahun lalu.  Saat ini dikenal istilah GEN Z . Apa itu GEN Z? Mengutip artikel dari William J. Schroer di socialmarketing.com, klasifikasi antar generasi biasa dilakukan berdasarkan pada cohort periode tahun kelahiran. Generasi Boomers terbagi 2 yakni Generasi Baby Boomers yang lahir 1946-1954, dan Generasi Boomers II yang lahir 1955-1965.

 Setelah itu muncul yang disebut sebagai Generation X yang lahir 1966-1976 dan kemudian Generation Y atau Generasi Millennial yang lahir tahun 1977-1994. Nah setelah itu generasi yang lahir tahun 1995-2012 disebut Generasi Z atau lebih mudah disingkat sebagai GEN-Z.  GEN Z ini bisa dikatakan adalah generasi yang sejak lahir sudah kenal dengan internet.  Konsumsi internet GEN Z lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Lantas, dapatkah orang tua melarang anak-anak GEN Z untuk mengakses media sosial dan berbagai informasi lainnya melalui internet?

Ali bin Abi Thalib r.a mengatakan: ‘Didiklah anak-anakmu sesuai dengan jamannya. Sesungguhnya mereka hidup di jaman yang berbeda dengan jamanmu’.  Tentunya tantangan yang dihadapi orangtua yang memiliki anak-anak yang lahir pada era GEN Z lebih besar karena jaman sudah berbeda dan orangtua tidak mungkin menolak perubahan jaman tersebut. Yang bisa orangtua lakukan adalah beradaptasi dengan perubahan jaman dan membekali anak-anak dengan pendidikan moral dan ahklak yang cukup, dengan harapan walaupun mereka terlahir sebagai GEN Z dan menyerap berbagai informasi dari internet dan media sosial, mereka tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan berbudi pekerti yang baik.   

Pengalaman saya ketika melakukan sosialisasi mengenai hak-hak anak di berbagai kalangan masyarakat menunjukkan bahwa umumnya orangtua tidak mau beradaptasi dan mengatakan mereka adalah orangtua yang ‘gaptek’ alias gagap teknologi.  Padahal menjadi orangtua yang gaptek di jaman sekarang ini sangat merugikan diri mereka sendiri.

Orangtua yang gaptek tidak bisa mendidik anak-anak mereka bagaimana menggunakan internet secara sehat, karena mereka sendiri tidak biasa menggunakannya.  Padahal sebagai orangtua mereka wajib mendidik anak-anak untuk bijak dalam menggunakan media sosial, mengambil manfaatnya dan menghindari bahaya yang mengancam. 

Ada orangtua yang menghindari dampak negatif internet dengan tidak memberikan smartphone kepada anaknya.  Namun anak-anak tersebut akan tetap mengakses internet dengan berbagai macam cara, misalnya meminjam smartphone temannya ataupun mengakses melalui warnet, tanpa sepengetahuan orangtuanya.

Berdasarkan data yang saya himpun dari berbagai sumber, kasus yang menimpa anak usia belasan tahun yang berawal dari perkenalan di media sosial dapat berupa perkosaan, penipuan, dan penculikan. Para predator online memanfaatkan kepolosan para remaja yang begitu mudah percaya dengan pertemanan online di media sosial. Belum lagi baru-baru ini masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai kelompok gay online yang merekrut anak laki-laki usia belasan tahun sebagai pelaku prostitusi anak, melalui media sosial. 

Oleh karenanya marilah menjadi orangtua yang bijak dengan beradaptasi dengan jaman, merangkul anak-anak dan memberikan mereka pemahaman mengenai informasi yang sehat dan layak untuk dikonsumsi pada usia mereka, memberitahu mereka mengenai bahaya yang mengancam dari penggunaan media sosial, memberikan mereka pendidikan agama yang cukup dan menyiapkan mereka menjadi GEN Z yang tangguh, kuat iman dan bijak dalam menggunakan media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun