Kesultanan Ternate yang demikian pula dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Pulau Maluku dan merupakan salah satu peninggalan budaya Indonesia yang paling tua. Didirikan oleh seorang momole (kepala warga), kesultanan ini berperan penting sebagai penghasil rempah terbesar di Nusantara. Pada masa kekuasaannya, wilayahnya mencakup Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan Kepulauan Filipina sampai Kepulauan Marshall di Pasifik. Sampai abad ke-19, Kesultanan Ternate masih memegang peran yang sangat penting dalam perdagangan rempah di kawasan timur Indonesia.
Semakin berkembangnya teknologi pelayaran, kawasan Ternate mulai ramai didatangi oleh para penduduk eksodus dari Halmahera pada abad ke-13. Pada awalnya, terdapat 4 kampung yang dikepalai oleh seorang momole. Merekalah yang memulai adanya perdagangan rempah di Maluku. Pendatang dari Tionghoa dan Arab kemudian mulai berkunjung dan bermukim secara sementara di Maluku. Oleh karena aktivitas perdagangan yang ramai dan terdapat ancaman dari para perompak lautan, maka para kepala marga tersebut bermusyawarah untuk mendirikan sebuah kerajaan dan menentukan seorang raja sebagai pemimpin.
Panggilan raja untuk Kesultanan Ternate ialah kolano. Kolano pertama yang memimpin Kesultanan Ternate bergelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Beliau banyak dibantu oleh jogugu atau perdana menteri dan fala raha sebagai penasihat sultan. Fala raha yang artinya empat rumah merupakan empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan. Mereka disebut pula sebagai representasi dari para momole pendiri kerajaan. Masing-masing klan dikepalai oleh kimalaha, ialah Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Apabila seorang sultan tidak memiliki seorangpun penerus, maka akan dipilih dari salah satu klan ini.
Dimanakah pusat kesultanan ini?
Pusat kesultanan ini tentu saja di kampung Ternate, yang semakin lama semakin berkembang menjadi sebuah kampung yang besar dan disebut Gam Lamo (sekarang Gamalama) yang artinya 'kampung besar'. Karena banyaknya pendatang yang mengunjungi dan tidak jarang para pendatang tersebut menetap di Ternate, maka kemudian kesultanan ini lebih banyak disebut sebagai Kerajaan Gapi. Sejak Sultan Zainal Abidin (1486-1500) Â diangkat menjadi raja, sekitar abad ke-15, penerapan syariat Islam diseluruh Ternate diwajibkan. Beliaulah yang mengganti gelar kolano menjadi 'sultan'. Tak ada sumber yang cukup jelas untuk menggambarkan bagaimana dan kapan budaya Islam masuk di Maluku Utara khususnya Ternate. Namun dapat dipastikan bahwa karena aktivitas perdagangan rempah skala besar di Ternate-lah yang membuat rakyatnya mengenal para pedagang Arab yang beragama Islam. Pada awalnya, seorang sultan yang memiliki nuansa Islam masih diperdebatkan oleh rakyatnya, namun pada masa pemerintahan Kolano Marhum (1465-1486), ayah dari Sultan Zainal Abidin, diketahui bahwa seluruh keluarga dan seisi istananya memeluk agama Islam. Kemudian, saat anaknya naik takhta, Islam secara total mulai diterapkan di Ternate.Â
Tidak mudah untuk menjadikan suatu kesultanan berdiri atas dasar keagamaan. Langkah-langkah yang dicapai Sultan Zainal Abidin untuk menetapkan Islam sebagai agama resmi diseluruh kerajaan adalah dengan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Beiaulah yang membangun madrasah Islam pertama di Ternate. Langkah-langkah ini kemudian diikuti oleh kerajaan lain di Pulau Maluku seperti Kerajaan Tidore, Kesultanan Jailolo, dan Kesultanan Bacan. Nyatanya, Sultan Zainal Abidin sempat berguru pada Sunan Giri untuk memperdalam ajaran Islam yang berada di Pulau Jawa. Ia juga dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).
Perkembangan Islam di Ternate sangat pesat seiring waktu. Pada masa Sultan Bayanullah (1500-1521), rakyatnya diwajibkan untuk berbusana Islami. Pula, Ternate menggunakan teknik membuat perahu dan senjata dari orang-orang Arab dan Turki untuk memperkuat pasukannya. Pada masa ini pula, kedatangan bangsa Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Pada tahun 1512, Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kakinya di Maluku dibawah pimpinan Fransisco Serrao. Atas persetujuan sultan, Portugal diijinkan untuk membangun pos dagang di Ternate. Portugal semata-mata bukan datang untuk berdagang, melainkan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Karena itulah Portugal harus menaklukkan Ternate dan kerajaan disekitarnya terlebih dahulu.Â