Bau Nyale adalah salah satu tradisi unik turun-temurun yang berasal dari suku Sasak di Pulau Lombok. Bau Nyale berasal dari kata 'Bau' yang berarti menangkap, dan 'Nyale' yang berarti cacing laut berwarna-warni. Masyarakat Lombok biasanya mengadakan upacara Bau Nyale pada tanggal 20 bulan 10 menurut penanggalan Suku Sasak, di sepanjang pantai selatan Pulau Lombok.
Tradisi Bau Nyale ini memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan legenda Putri Mandalika. Menurut cerita rakyat, Putri Mandalika berasal dari Kerajaan Tonjang Beru di Lombok dan terkenal karena kecantikannya yang luar biasa serta sifatnya yang baik hati dan bijaksana. Banyak pangeran dari berbagai kerajaan ingin menikahinya.Â
Namun, hal ini menyebabkan banyak kerajaan berperang untuk menunjukkan kehebatan mereka demi mendapatkan Putri Mandalika. Demi menghindari peperangan dan pertumpahan darah, Putri Mandalika akhirnya membuat keputusan untuk memberikan solusi dengan melompat dari tebing ke laut. Setelah terjun ke laut, Putri Mandalika kemudian berubah menjadi ribuan cacing laut di permukaan air.
Masyarakat percaya bahwa cacing-cacing tersebut adalah jelmaan Putri Mandalika yang berkorban agar semua orang bisa menikmatinya. Cacing-cacing laut ini kemudian dikenal dengan nama 'Nyale' dan diyakini membawa berkah bagi masyarakat. Untuk mengenang pengorbanan Putri Mandalika, masyarakat Lombok mengadakan tradisi tahunan yang disebut Bau Nyale.
Tradisi Bau Nyale merupakan warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Lombok. Dengan mempertahankan tradisi ini setiap tahun, masyarakat Lombok tidak hanya menjaga kearifan lokal, tetapi juga menarik wisatawan dari berbagai penjuru dunia yang turut mempromosikan kekayaan Lombok ke dunia internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H