"Bila masih bisa dibeli dengan uang, maka sesuatu itu belumlah berharga" -JBS-
Pagi tadi sedikit bingung untuk mencari inspirasi mau menulis apa hari ini. Coba membaca beberapa topik hangat di media online namun juga belum ketemu "feel" yang menginspirasi. Sampai akhirnya terlihat di handphone beberapa hasil jepretan saat sedang hot-hotnya menggeluti hobi memotret sana-sini sebagai juru foto keliling di kampung kala itu.Â
Masih tergambar jelas kenangan atau histori foto-foto yang terpampang di Google Foto. Yaitu beberapa aktivitas anak-anak di seputaran kehidupan masyarakat pedesaan di Danau Toba. Tepatnya di Pulau Samosir dan seputaran kabupaten Simalungun yang merupakan bagian dari propinsi Sumatera Utara.
Memutuskan membuat edisi "hunting" foto dilakoni berempat pada suatu hari libur kejepit. Karena terlalu membosankan bila hanya menghabiskan waktu di rumah saja.Â
Pelajaran berharga dari sisi lain tentang kehidupan masa anak-anak yang berinteraksi dengan alam berikut aktivitasnya menjadi oleh-oleh hunting edisi ini. Sesuatu pengalaman yang memberikan pelajaran bermakna untuk merenungkan arti sebuah kebahagiaan dan realita hidup yang tak selamanya adalah berdasarkan hitung-hitungan manusia.
Bermain di Pekarangan Rumah
Kehidupan anak-anak di desa (maaf lupa nama desanya) dengan deretan rumah panggung khas adat Batak masih berdiri di daerah tersebut. Beberapa berkumpul dan sebagian malu-malu melihat kedatangan kami yang lagak dan gaya seperti wartawan atau reporter senior ternama.Â
Menenteng kamera seperti senjata membuat mereka sedikit takut atau mungkin wajah kriminal kami yang sangar menambah suasana menjadi sedikit mencekam. Namun hanya sebentar saja dengan mengajak berbicara tak lupa menawarkan beberapa bekal jajanan yang kami bawa sehingga kemudian suasana menjadi "cair".
Hari itu suasana lengang bukan karena semua pada libur, atau semua pada istirahat (tidur). Tetapi karena memasuki masa panen dan kebanyakan orang tua sedang berada di ladang untuk memanen padi. Menyisakan anak-anak perempuan kecil yang menunggui rumah sembari bermain di pekarangan, dan juga menjaga adik-adiknya yang masih balita serta "opung" atau nenek yang sudah lanjut di rumah.Â
Tak ada rasa beban dari pancaran wajah mereka. Sesekali juga terlihat mereka tertawa kecil, bernyanyi dan bermain lompat karet. Terlihat pula sang kakak yang lebih besar membawa piring-piring kotor untuk dicuci di kamar mandi umum yang menyediakan air bersih di desa itu.Â
Dan satu yang paling membedakan adalah tidak ada yang memegang gadget! Sesuatu yang tidak lazim bila anda atau saya yang biasa nge-mall bahkan di meja makan bersama keluarga yang terkadang saat berkumpul semua sibuk dengan gadget dan aktivitas medsos lainnya. Tubuh memang bersama tapi jiwa dan pikiran melayang entah kemana-mana.
Pekarangan atau beranda rumah masihlah tempat istimewa, menyatukan untuk berkumpul, membahas pelajaran atau PR sekolah, tak lupa juga tertawa, menjaga adik dan nenek serta masih bahagia. Sederhana dan tidak muluk-muluk untuk dipertontonkan kepada kami.