Agak terasa gerah juga dengan banyaknya topik membahas masalah “Ghosting”. Istilah lama namun saya juga hampir keliru mendefenisikannya. Maklum istilah ini kan disadur langsung dari Bahasa asing (Inggris) wajar dong saya jadinya salah mengartikan sebelumnya.
“Ghosting = Menghilang” atau “Ghosting = Menghantu?”
Dalam pemahaman saya kata “Ghosting” itu tidak asing dengan tontonan kecil saya dulu, ya serial film kartun Ghost Buster. Kartun anak bertajuk pemburu hantu. Kata “Ghost” dengan mudah diingat, Ghost = Hantu. Dan bila berbicara hantu maka imajinasi akan nenek lampir, kuntilanak, gundoruwo, sundul bolong beserta staf-stafnya akan membuat rencana tidur saya kala itu menjadi sangat terganggu.
Bingung juga saya kok kita sewot ya? Ribuan kata dengan defenisi bebas membahas si Ghost dengan kegiatan “Ghosting” nya. Mungkinkah keseruan ini menjadi riuh karena dibumbui terkait kisah percintaan Sang Anak Presiden? Saya sama sekali tidak tertarik, bahkan lelucon sepertinya untuk seantero negeri mengupas habis dengan satu kata asing “Ghosting” dan dikait-kaitkan masalah percintaan yang telah putus atau hilang. Ruang privat yang gak perlu di "Ghibah-i". Kurang kerjaan dan menguras energi dan terjebak dalam sebuah keputusasaan tak bermakna.
Mau didefeniskan menghilang atau menghantu bagi saya sama aja, podo wae. Toh, siapapun dan apapun sekarang yang lagi tren dengan kata “Ghosting” ini bagi saya terjadi karena sebuah hubungan antara manusia dengan “sesuatu“ atau “seseorang” yang gak jelas sama seperti “Ghost” atau “Hantu, Sundul Bolong, Kuntilanak, Nenek Lampir, dsb” ngotot hendak membangun relasi dengan manusia nyata. Gak akan nyambung, itu adalah "toxic".
Istilah menghilang atau menghantunya suatu hubungan dengan era jejak digital dalam media sosial bila dibahas lebih rigid dan kompleks akan makin “mengghosting” generasi ini kedalam ilusi dan terciptanya kebiasaan bahkan budaya bebas kebarat-baratan yaitu hubungan cinta satu malam yang kemudian menjadi budaya hubungan sex bebas yang tidak jelas. Dan semua orang punya hak untuk memilih sesuai pengertiannya masing-masing tanpa paksaan.
Pastilah meng “Ghosting” karena media sosial sekarang sudah menjadi hantu bahkan kecenderungannya menciptakan "hantu-hantu" baru yang merusak pelan-pelan sebuah hubungan khususnya sebuah keluarga atau yang akan berkeluarga.
Maaf mungkin saya terlau tendensius dan semoga analisa saya salah dan tulisan ini ngawur adanya. Maafkan saya juga ya para perserikatan “Ghost” sedunia, lanjutkan aja acara “Ghosting”annya namun jangan lupa pulang.
Terima kasih…salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H