Saya membuat judul tulisan ini dengan kata 'hobi' sebagai sebuah awalan penegas. Ya, saya mempunyai hobi membeli barang-barang bekas yang sesuai dengan budget yang saya anggarkan. Nggak terlalu banyak, hanya sekitar 100-300 ribu rupiah per bulan. Hobi ini sudah saya mulai sejak jaman kuliah dulu. Waktu itu saya hobi membeli buku dan majalah yang langka. Seiring berjalannya waktu, hobi saya masih tetap. Tetapi dengan obyek yang berubah. Saya menyukai hobi mengoleksi barang bekas seperti tas, jam tangan, lensa, fashion hingga pernak-pernik kerajinan. Saat ini saya tinggal di Yogyakarta. Selera saya berburu buku bekas sudah berganti sejak keberadaan internet yang menyediakan berbagai macam e-book. Minat membaca saya terhadap buku bekas berganti menjadi membaca buku digital.
Orang sekarang menyebut thrifting. Semacam aktivitas berburu barang bekas pantas pakai yang berkualitas baik.  Adapun pengertiannya secara bahasa gaul adalah sebagai berikut :
Pengertian Thrifting
"Thrift artinya penghematan dalam kamus Bahasa Inggris. Istilah itu bisa diartikan dengan memperhatikan penggunaan uang sehari-hari untuk menghindari adanya pemborosan. Sedangkan thrifting adalah kegiatan berbelanja barang bekas yang masih layak dipakai untuk digunakan kembali"
Nah, kadang kala, saya malah membeli barang-barang bekas yang sudah rusak dan saya perbaiki sendiri agar bisa saya kenakan. Contohnya adalah beberapa jam yang saya beli dengan harga Rp. 5000 - Rp. 20.000 dalam kondisi rusak, mati mesin dan rusak asesorisnya.  Untuk memilih jam-jam rusak yang biasa ditawarkan di pasar loak seperti pasar klithikan Wirobrajan, Pasar Senthir Bringharjo dan pasar klithikan yang biasa hadir setiap sabtu dengan hari pasaran tertentu di daerah Imogiri Bantul. Cara pengamatan saya sederhana. Saya hanya memilih jam-jam kondisi mati/rusak dengan merk orisinal. Saya cari dengan tingkat kerusakan serendah mungkin. Bahkan saya hanya memilih jam yang saya prediksi hanya mati baterainya saja. Tentu saja kemungkinan hidup dari jam-jam rusak/mati yang saya cari hanya 50:50.  Tapi ini letak kenikmatannya. Jika  kita mendapatkannya dan bisa diperbaiki, maka nilai keuntungannya sebesar 20-30 kali lipat dibandingkan harga belinya.
Saya juga suka mengoleksi senter dan pernak-pernik kelistrikan lainnya. Entah sudah berapa banyak senter yang saya miliki yang saya dapatkan dalam kondisi baik dan menyala terang. Rata-rata saya dapatkan di 1/4 harga barunya. Untuk peralatan listrik, saya biasanya membawa beberapa peralatan untuk mencoba dan melakukan pengetesan di tempat. Saya tidak mau ambil resiko membeli peralatan listrik yang mati. Karena saya tidak punya kemampuan untuk memperbaikinya.
Berburu produk fashion bekas ada keunikannya tersendiri. Sebenarnya, waktu jaman muda dulu, saya sering pergi ke Pasar Senen Jakarta. Selama puluhan tahun, tempat itu terkenal dengan produk fashion bekas yang kebanyakan berasal dari barang-barang merk luar negeri. Jika dalam beberapa tahun terakhir banyak kegiatan thrifting yang dilakukan anak-anak muda, sebenarnya sama saja dengan kegiatan yang saya lakukan di masa lalu. Namun, saya saat ini hanya memilih mencari tas dan sepatu saja. Bagi saya lebih berguna. Saya senang main basket dan travelling. Untuk mencari sepatu bekas, saya mematok anggaran di bawah Rp. 500.000 untuk setiap merk terkenal. Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan sepatu NIKE Hyperdunk seharga Rp. 125.000,-, sepatu Airwalk Rp. 50.000, Â Adidas Rp. 50.000 dan sepatu lokal Aero Street Rp. 55.000,-. Â Saya hanya mencari sepatu bekas bermerk dengan kondisi 90% Â ke atas dan harga yang murah :).